Pernah suatu ketika setelah melempar Aqobah dan yang melakukan nafar sani dan nafar awal harus melakukan tawaf ifadoh yang merupakan rukun haji dan orang tua ku tertinggal dari roombongan sehingga belum melakasanakan tawaf ifadoh tersebut, beliau KH Endang Samlai menanyakan kepada seluruh ketua riombongan untuk melaporkan siapa yang belum melaksanakan trawaf iofadoh, dan ternyata salah satunya orang tuaku, dan akhirnya besoknya Pak KH. Endang Samlawi membimbing untuk melaksanakan Tawaf Ipadoh. Selesai melaksanakan Tawaf Ipadoh beliau selfi dengan orangtua ku sambil mengirimkan foto tersebut kepada kaka ku.
Menunggu kepulangan dari  Bandara King Abdul Aziz, informasi dari mekah masih kami dapatkan dari WA grup, mulai dari pelaksanaan jiarah ke makam malla sampai umroh sunah masih di laksanakan beberapa kali lagi. Keakraban selama di tanah suci terjalin penuh kekeluargaan, setiap malam jumat di adakan pengajian bersama, sehingga apa yang terjadi pada jamaah nya cepat tertangani dan dapat di selesaikan. Pernah terjadi seorang jemaah yang pinsan di tempatkan dalam jamaah haji yang telah meninggal ketika sadari diri ternyata masih hidup jamaah tersebut langsung bangun dan kembali kepada rombongan kurang lebih dua hari tidak kembali kepondokan dimana beliau menginap.Â
Gelang di tangan paling ampuh untuk mengantarkan jemaah yang kesasar, itupun di alami oleh orang tua ku ketika sampai pada umroh pertama datang ke Mekah, karena memiliki petunjuk di gelang beliau bi antarkan oleh petugas haji ke hotel tempat di mana beliau menginap, beliau sekitar empat jam terpisah dari rombongan.Â
Hari jumat tanggal 15 September 2017 penimbangan koper besar mulai dilakukan dan para jemaah melaksanakan shalat jumat, serta besoknya pada tnagal 16 September 2017 melaksanakan tawaf wada untuk meninggalkan Makah  dan malamnya sekitar pukul 8 malam waktu setempat sudah menuju Ke Bandara King Abdul Aziz di Jedah. Pagi hari waktu setempat setelah melalui pemeriksaan dan kelengkapan lainnya rombongan sudah terbang menuju tanah air.Â
Pada saat terbang menuju tanah air terkabar bahwa istri adikku di Bengkulu meninggal dunia. Kami di tanah air sengaja tidak mengabari orang tua ku yang sedang menuju kepulangannya ke tanah air. Saya sampaikan kepada kaka ku jangan di kabari dahulu nanti pengen cepat pulang ke Bengkulu. Ternyata betul saja ketika di jemput dan besok harinya di kabari bahwa menantunya meninggal beliau ingin segera pulang, karena memikirkan menantu dari anak bungsunya.Â
Ternyata apa yang terpikirkan oleh beliau ketika malam jumat pada pengajian bersama ada dialog dengan kepala rombongan Darul Fikri beliau KH. Endang Samlawi bertanya kepada jemaah masih ada doa yang belum tersampaikan, dan orang tua ku menyampaikan ada doa yaitu, ada keluarga yang menjauh dengan soudaranya, kalau itu baik maka panjangkan tetapi jika itu tidak baik maka putuskan itu doa terakhir yang di sampaikan kepada ketua rombongan. Kabar ini ternyata sampai kepada orang tua ku kenapa ketika naik pesawat badannya lemes, ini lah pirasat ada sesuatu dan hal itu memang sudah terkabar bahwa istri dari anaknya telah meninggal hari jumat pada pukul 18.13 Waktu Indonseia Bagian Barat pada tanggal 16 September 2017.
Selesai shalat Aashar bergerak kembali ke pelabuhan merak dan sampai di Merak pukul 16.30, alhamdulillah tidak begitu lama menuju kapal penyebrangan, kurang lebih 2 setengan jam berada di kapal dan melanjutkan perjalanan menuju Kota Agung. Jam 01.30 sampai di majsid tempat beristirahat sampai dengan  shalat subuh berjamaah kita melanjutkan perjalanan, namum sebelum berangkat ortang tua ku masih sempat ngobrol dengan rombongan yang sama-sama akan menuju Bengkulu.Â
Namun dalam obrolan tersebut bercerita bahwa rombongannya kena rampok di belakang kendarana kami segala barang bawaan termasuk uang habis di bawa oleh begal jalananan antara kota agung dan mesjid tempat istirahat, karena iba dari cerita itu orang tua ku menyumbang sekedar untuk makan dalam perjalanan.
Begitu senangnya orng tua ku akan segera berkumpul di kampung halaman dengan perjalanan melalui jalur darat di nikamti walaupun lelah tapi begitulah perjalanan darat, kurang lebih 18 jam perjalanan. Â Kami sempat makan nasi ibat (nasi bungkus daun pisang) dan ikan pelus sebelum jembatan padang guci yang memisahkana antara Padang Guci dan Kedurang. Pukul 14.00 kami telah sampai di rumah orang tua ku, keadaan rumah kotor sekali serta sebagian lampunya mati karena skringnya putus, tapi dapat segera di perbaiki oleh marlin cucu dari Orang tua ku. hampir empat bulan rumah ini tidak di huni, padahal telah dititipkan kepada cucunya Renald Ayubi, tetapi karena sendirian jadi takut tidur sendiri dirumah kake.