Mohon tunggu...
Isar Dasuki Tasim
Isar Dasuki Tasim Mohon Tunggu... Administrasi - Profil sudah sesuai dengan data.

Sebagai Guru SMA yang bertugas sejak tahun 1989 di Teluknaga Tangerang. "berbagi semoga bermanfaat"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kampung Halaman: Desa Tanjung Alam, Kedurang Bengkulu Selatan

22 November 2016   13:12 Diperbarui: 22 November 2016   13:22 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tahun sejak tahun 2005 sampai tahun 2016, kami beserta saudara-saudara berangkat bersama-sama mudik ke Kampung Halaman. Biasanya kami berangkat dengan titik kumpul di Serpong Kota Tangerang Selatan, karena kakak tertua kami tinggal di Serpong. Kami sekeluarga berangkat ke serpong dari Teluknaga, biasanya selepas Bada Sholat Dzuhur. Setelah berkumpul, keluarga dari Bandung telah sampai di Serpong, kemudian kami berangkat menuju Pelabuhan Merak, perjalananan kurang lebih dua setengah jam sampai di Pelabuhan Merak. Perjalanan mudik selepas Idul Fitri, pelabuhan Merak sepi dari para pemudik, berbeda dengan hari sebelumnya kendaraan padat, kendaraan roda dua juga padat, tetapi pada hari pertama Hari Raya Idul Fitri Pelabuhan Merak tidak begitu padat bahkan cenderung sepi.

Mudik Menuju Kampung halaman sangat menyenangkan, perjalanan malam melalui Kota Agung , lintas barat. Pada perjalanan malam sekitar jam 02.00 malam kami istirahat di masdjid besar tempat istirahat para pemudik. Banyak kendaraan berflat B (Jakarta) , F (Bogor/Sukabumi) dan D (Bandung) telah parkir, mereka beristirahat dan tiduran di selasar masdjid untuk melanjutkan perjalanan setelah shalat subuh. Setelah salat subuh masing-masing kenderaan bergerak menuju lintas barat, melalui bukit Tenggamus yang jalannya menanjak hampir membentuk kemiringan jalan  sekitar 60 derajat, serta berliku. Untuk mencapai tujuan ke Kampung Halaman  dibutuhkan waktu 20 jam dengan perjalanan santai dan tidak ngebut, disamping itu perjalanan sambil menikmati alam panorama sekitar Lampung Barat, Pesisir Selatan, Krui, Bintuhan, Kaur, Padang Guci, simpang Kedurang dan menuju Kedurang, Desa Tanjung Alam, pemandangan yang indah dan menakjubkan membuat selalu rindu akan kampung halaman.

Sampailah di kampung halaman sekitar pukul 14.00, setiap kendaran yang parkir di depan rumah, keluarlah anak dan cucu dari keluarga besar kakek Tasim, disambut oleh kake dengan senyum haru. Senyum itulah yang memberikan kebahagian bagi kakek yang saat ini tinggal bersama cucunya. Hanya setahun sekali perjumpaan antara Kake dan anak cucunya, beliau sering bertanya apa yang telah dicapai oleh cucunya bahkan beliau bertanya sudah sekolah kelas berapa bagi cucu yang masih sekolah atau kerja di mana bagi cucu yang sudah bekerja. Pertemuan semacam inilah yang dapat memberikan semangat untuk terus berkarya, evaluasi perjalanan hidup setahun lalu di bicarakan agar di tahun yang akan datang lebih baik lagi. Begitulah obrolan di kampung halaman bersama kake, cukup memberikan obat rindu yang tiada tara. Padahal mudik ke kampung halaman tidak begitu lama hanya beberapa hari saja.

Kegiatan di kampung halaman di awali dengan ziarah kubur ke makam nenek dan kake Mesalam. Setelah itu hari-hari di isi dengan kegiatan silaturahmi dengan soudara-soudara di kampung halaman. Keluarga di Kampung Halaman banyak yang merantua keluar kampung. Sehingga momen lebaran lah yang mempertemukan dengan saudara-saudara yang jauh.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Hari berikutnya di isi dengan kegiatan melihat kebun sawit. Perjalanan ke kebun sawit dapat ditempuh dengan jalan kaki sekitas satu jam perjalanan, melalui sawah, dan menyebrang sungai kedurang. Di kebun sawit masih harus jalan lagi ketempat kebun sawit berikutnya dengan melalui bukit. Bukit itu pendek tapi ketinggiannya cukup melelahkan. Di ketinggian kebun sawit, kita dapat meihat pemandangan sawah disebrang sungai kedurang yang begitu indah. Perjalanan pulang dari kebun sawit dianjutkan dengan berenang di sungai kedurang yang masih jernih tidak terkontaminasi dengan limbah pabrik seperti kali ciliwung yang sudah pekat. Air sungai kedurang masih jernih dan menyegarkan bagi kulit. Berenang di sungai kedurang tidak bosan-bosannya, setiap pulang ke kampung halaman, harus berenang di sungai kedurang. Melelahkan memang, melihat kebun sawit, tetapi dengan berenang di sungai kedurang lelah itu hilang.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Kembali ke kampung halaman, hari-hari menunggu kembali ke Jawa, di Desa Tanjung Alam ada pekan sabtu (pasar setiap hari sabtu) kami belanja barang dagangan yang ada di pekan mulai dari tempoya, gula aren, pisau, rempah-rempah dan lain-lain, merupakan oleh-oleh yang akan di bawa ke Jawa. Setiap keluarga kami di beri satu karung yang berisi beras, kopi dan lain-lain untuk masing-masing keluarga, baik yang pulang kampung maupun yang tidak pulang kampung semua disiapkan untuk obat rindu, tanda sampai di kampung halaman.

Begitulah setiap tahun kami beserta saudara-saudara pulang kampung menuju Desa Tanjung Alam. Ada sedih ada gembra bertemu orang tua, lalu kami tinggalkan kembali untuk melanjutkan rutinitas sebagai orang perantau. Setelah berdoa kami beserta rombongan menuju kendaran masing-masing dan melanjutkan perjalanan menuju puau Jawa, biasanya setelah kami bergerak berjalan beriringan biasanya ada cerita dari kampung halaman bahwa setelah kami meninggalkan kampung halaman Bapak langsung masuk kamar dan tidak terihat air matanya mengalir tak terasa, melihat anak dan cucunya merantau mengadu nasib di negeri nan jauh disana.

Orang tuaku memang seorang purnawirawan TNI AD dari Kavaleri. Walau pun dia tentara yang gagah dan berani, kalau melihat anak cucunya berpisah dengannya tentu ada rasa sedih. Tetapi itu hanya sementara, kalua ada umur panjang kita kan ketemu lagi. Beliau selalu ingat dengan semboyan ketika tugas di militer yaitu “Jaya di medan perang, berguna di masyarakat”, itu lah yang saat ini beliau menjad suri teladan bagi warga kampung halaman. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun