Dalam pembukaan UUD 1945 pada Alinea ke 4 cita-cita luhur para pendiri bangsa tertera dalam pembukaan UUD 1945. Cita-cita luhur ini harus diwujudkan karena merupakan visi dari pendiri bangsa. Visi tersebut harus didukung oleh pengelola pemerintah yang sekarang sedang menjabat, Presiden, Wakil Presiden, para pembantu Presiden dan seluruh komponen masyarakat yang hidup dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Begitu hebatnya pembukaan UUD 1945 sehingga tidak boleh disentuh ketika perubahan UUD 1945 pada awal era reformasi. Sekarang mulai di gelorakan untuk kembali ke UUD 1945 oleh sebagian tokoh negarawan yang ingin mengembalikan UUD 1945 sebelum ada perubahan.
Bunyi alenia ke empat pembukaan UUD 1945 sebagai berikut; “Kemudian ari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradad, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Bila membaca alinea ke 4 ini, saya merasa merinding. Karena begitu luhur cita-cita para pendiri bangsa ini dalam membuat dasar negara yang suci dan mementingkan kepentingan rakyatnya.
Saat ini sudah 71 tahun Indonesia merdeka, seluruh cita-cita yang tertuang dalam alinea ke 4 hampir telah dilaksanakan sehingga bagaimana upaya mensejahterkan rakyatnya, sampai menuju pada mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia telah di upayakan. Sudah tujuh presiden berganti selalu mengupayakan kesejahteraan rakyat, dan mewjudkan suatu keadilan, tetapi bukan perkara mudah dalam mengelola negara masih banyak kekurangan dan kelebihan yang di upayakan oleh kepala negara.
Pada tulisan ini saya mencoba menyoroti makna dari mencerdasan kehidupan bangsa, sejak Indonesia merdeka bangsa Indonesia diawali agar seluruh rakyat Indonesia dapat melek hurup artinya cupkup bisa membaca saja, kemudian ditingkatkan sampai bisa berhitung. Selanjutnya ditahun1947 mulai memberlakukan kurikulum yang telah di rancang oleh kementerian pendidikan, berikutnya berturut-turut kurikulum tahun 1967, kurikulum tahun 1975, kurikulum tahun1984, kurikulum kbk tahun1994 yang di berlakukan pada tahun 2004 dan secara serentak berlaku pada tahun 2006 dan selanjutnya kurikulum 2013 yang disempurnakan pada tahun ini.
Perubahan kurikulum merupakan tuntutan jaman, yang harus selalu di perhatikan. Tetapi bukan itu yang diharapkan, bagai mana peserta didik kita memaknai dari peran pendidikan bagi kehidupan berikutnya. Mencerdaskan kehidupan bangsa bukan bearti harus cerdas secara keseluruhan karena sifat manusia itu berbeda-beda sesuai dengan karakter masing-masing, hal ini merupakan watak yang diturunkan oleh kedua orang tuanya. Selain dari watak yang di turunkan oleh orang tuanya peran lingkungan sangat membantu dalam membentuk waktak dan karakter seseorang, maka peran pendidikan lah yang memoles agar watak manusia sedikit bisa berubah.
Dapat di bayangkan ketika anak didik usia sekolah yang masih perlu pendampingan oleh orang tua harus mulai mengenali sekolah di usia tujuh tahun. Disinilah peran pendidikan sangat dominan, bagai mana guru menggantikan orang tua di sekolah sampai-sampai anak usia sekolah di SD paling penurut bila di perintah oleh gurunya bahkan sama orang tua sendiri tidak peduli. Guru bukan saja dapat memoles peserta didik dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mahir menjadi mahir. Mahir atau keahlian perlu di tanamkan berulang-ulang sehingga keterampilan itu menjadi keahliannya. Mengapa pesenam, perenang juara dunia harus dimulai sejak usia dini, karena kelenturan tubuh harus di latih sejak dini. Kelenturan-kelenturan itu harus dimulai oleh seorang guru dalam hal ini pelaltih. Jelas bahwa peran guru dapat membentuk karakter manusia untuk menjadi apa saja, pedagang, pemusik, pemain film, politikus, ahli ekonom bahkan tokoh manusia yang sangat terkenal sekalipun dimulai dari sekolah.
Kembali pada makna dari mencerdaskan kehidupan bangsa, sudahkah bangsa Indonesia menjadi cerdas ? banyak manusia cerdas di Indonesia, salah satunya Bapak mantan presiden RI ke tiga Prof. Dr. Ing. Baharudin Jusuf Habibie yang dinobatkan sebagai manusia tercerdas didunia beberapa waktu lalu. Selain itu para pelajar Indonesia sering mendapatkan medali emas, perak dan perungu dalam kejuaran tingkat pelajar dalam olimpiade sains, olimpiade matematika, olimpiade fisika dan lain-lain.
Bahkan saat ini banyak para ahli yang bekerja di luar negeri, padahal mereka memiliki keahlian di bidangnya dan belum kembali ke Indonesia seperti Achandra menteri yang diangkat oleh Presiden Jokowi kemudian diberhentikan karena memiliki dua kewarganegaraan, beliau menurut ceritanya memiliki hak paten yang diakui dunia saat ini beliau diangkat kembali menjadi wakil menteri BUMN. Apakah ini yang dimaksud dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, saya kira hali ini baru sedikit dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, karena yang di tampilkan itu baru sebagian kecil dari manusia Indonesia. Lalu cerdas yang bagaimana ?
Dalam beberapa tulisan yang dikutif dari (https://rakeansundayana.wordpress.com/2010/02/13/mencerdaskan-kehidupan-bangsa/) Mencerdaskan kehidupan bangsa lebih merupakan konsepsi budaya daripada konsepsi biologis-genetika. Para pendiri Republik menolak sikap dan perilaku ke-inlander-an, yaitu sikap hidup sebagai inlander, sebagai yang terjajah, terbenam harga dirinya, penuh unfreedom atau keterbelengguan diri. Kehidupan yang cerdas menuntut kesadaran harga diri, harkat, dan martabat, kemandirian, tahan uji, pintar dan jujur, berkemampuan kreatif, produktif, dan emansipatif.
Di sinilah barangkali pemikiran para pendiri Republik ini dikatakan menembus masa, mendahului lahirnya paham-paham pembangunan progresif yang menempatkan manusia sebagai subjek luhur: bahwa pembangunan adalah pembangunan manusia seutuhnya. Amartya Sen menyatakan, pembangunan merupakan upaya perluasan kemampuan rakyat (expansion of people’s capability) dan ia juga menegaskan, pembangunan merupakan pembebasan (development as freedom).
Demikian pula Chakra Varty memberi arti pembangunan sebagai perluasan kreativitas rakyat (expansion of people’s creativity), sedangkan Rajni Kotari, seorang tokoh pemikir India, menegaskan perlunya melaksanakan strategi pembangunan partisipatif, yaitu strategi “. which not only produces for the mass of the people but in which the mass of the people are also producers.”. Sementara itu, Hatta mengutamakan pendekatan partisipatori-emansipatori ekonomi dengan istilah “demokrasi ekonomi”. Hatta mengecam keras ucapan diskriminatif Helfferich yang merendahkan harga diri bangsa Indonesia, yang mencap bangsa kita sebagai kuli di bawah bangsa-bangsa lain, sebagai eine Nation von Kuli und Kuli unter den Nationen (Kompas, 28/5/2004). Dari situ Hatta menggemakan adagium patriotiknya “Menjadi Tuan di Negeri Sendiri”.
Kata mencerdaskan kehidupan bangsa mempunyai makna yang mendasar. Cerdas itu berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan nyata. Cerdas bukan berarti hafal seluruh mata pelajaran, tapi kemudian terbengong-bengong saat harus menciptakan solusi bagi kehidupan nyata. Cerdas bermakna kreatif dan inovatif. Cerdas berarti siap mengaplikasikan ilmunya untuk dirinya dan lingkungan yang dia hadapi. Hidup itu adalah rahmat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sekaligus ujian dari-Nya.
Hidup itu memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala perbuatan kita akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Hasan Al-Banna dalam Maj’muatur Rasail memberikan formulasi kepribadian cerdas;“Memperbaiki diri sendiri, sehingga ia menjadi orang orang yang kuat fisiknya, kokoh akhlaknya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan, selamat akidahnya, benar ibadahnya, melakukan mujahadah terhadap dirinya sendiri, penuh perhatian akan waktunya, rapi urusannya, dan bermanfaat bagi orang lain. Itu semua adalah kewajiban bagi setiap al-akh.”
Menurut Daoed Joesoef (2008) Mencerdaskan kehidupan bangsa dilakukan melalui pendidikan sebab kecerdasan tidak genetically fixed, tetapi dapat diajarkan. Berhubung anak didik adalah warga bangsa, melalui kecerdasannya karakter bangsa dibantu membaik menjadi terpuji. Jadi, mendidik anak bangsa tidak hanya merupakan keharusan konstitusional, tetapi juga moral. Pendidikan untuk semua anak perlu dipertegas dengan keharusan sosial, yaitu memberi pendidikan yang sama kepada anak perempuan dan laki-laki.
Kesamaan ini merupakan keharusan mengingat jenis kolektivitas yang dikehendaki adalah kehidupan berbangsa di mana ada keadilan jender dan political independence bagi perempuan, yang berarti punya hak suara, hak memilih dan dipilih untuk memegang jabatan politis dan jabatan teknis apa saja yang dia mampui secara fisik dan mental. Ketiga keharusan itu perlu digenapi keharusan ekonomis, yaitu pendidikan untuk semua harus diartikan sebagai pendidikan yang menjangkau anak miskin dan cacat, tidak terbatas anak kaya dan sempurna.
Kehidupan bangsa baru dapat dikatakan cerdas bila tiap warganya yang berlatar belakang apa pun dapat naik dari tempat kelahiran terendah ke tingkat pencapaian tertinggi berkat pendidikan. Lagi pula bangsa yang berhasil pada masa depan adalah yang tidak hanya membukakan pintu bagi sebagian talenta dari sebagian anak-anaknya, tetapi mengembangkan semua talenta dari semua anaknya. Dalam menyusun konsep pendidikan, Depdiknas seharusnya berprinsip bahwa misinya berurusan dengan nilai, tidak hanya transmisi pengetahuan dan keterampilan antargenerasi, tetapi membudayakan manusia karena sistem nilai yang dihayati adalah budaya.
Pembudayaan nilai-nilai asing oleh sistem pendidikan biasa terjadi di banyak bangsa. Melalui penghayatannya, dengan sadar melakukan aneka perubahan guna mewujudkan jenis masyarakat nasional yang mereka idealkan. Oleh karena itu, secara esensial pendidikan adalah proses yang membiasakan manusia sedini mungkin mempelajari, memahami, menguasai, dan menerapkan nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai berguna bagi individu, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya. Bagi kita, juga ada nilai-nilai asing yang harus bisa dihayati sebagai budaya alami melalui pendidikan demi kemajuan individual dan kolektif. Salah satu yang amat penting dan menentukan adalah ”semangat ilmiah”, yaitu ilmu pengetahuan dalam arti proses, yang mengembangkan ”pengetahuan” menjadi ”pengetahuan ilmiah”.
Menurut Suyanto (2006) Untuk membangun Sistem Pendidikan Nasional yang diarahkan kepada konsep Mencerdaskan Kehidupan Bangsa; Pendidikan Nasional hendaknya memiliki visi yang berorientasi pada demokratisasi bangsa, sehingga memungkinkan terjadinya proses pemberdayaan seluruh komponen masyarakat secara demokratis. Dan Pendidikan Nasional hendaknya memiliki misi agar tercipta partisipasi masyarakat secara menyeluruh, sehingga secara mayoritas seluruh komponen bangsa yang ada dalam masyarakat menjadi terdidik.
Namun Pada Aplikasinya Sistem pendidikan nasional yang telah berlangsung hingga saat ini masih cenderung mengeksploitasi pemikiran peserta didik. Indikator yang dipergunakanpun cenderung menggunakan indikator kepintaran, sehingga secara nilai di dalam rapor maupun ijasah tidak serta merta menunjukkan peserta didik akan mampu bersaing maupun bertahan di tengah gencarnya era globalisasi yang berlangsung saat ini.
Dengan alasan era globalisasi dimana oleh Kenichi Ohmae didefinisikan sebagai “borderless world”yaitu suatu negara akan kuat manakala ia mampu merespon secara fenomena 4”I’s” yang terdiri dari : (1) investment;(2) Industry;(3) information technology;dan (4) individual consumers.Sehingga Pendidikan Nasional di arahkan kepada Mencerdaskan Bangsa bukan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.
Berdasarkan pemikiran para ahli dalam uraian diatas bahwa makna dari mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya sekedar cerdas secara keilmuan dan sukses dalam kehidupan, tetapi bagai mana mereka keluar dari perasaan tertindas oleh orang lain, serta harus keluar dari zona aman. Hal ini hanya dapat diperoleh melalui pendidikan.
Bagaimana kita harus menjadi tuan di negeri sendiri, seperti yang di katakan Moch. Hatta, maka pendidikan merupakan hal yang utama, yang harus dirancang oleh pemerintah. Kurikulum boleh berganti tetapi semangat untuk menuntut ilmu harus terus di lanjutkan sampai hayat di kandung badan. Sumber Daya Alam di negeri ini sangat berlimpah memerlukan tangan-tangan cerdas untuk mengelolanya, bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kita tidak boleh menjadi penonton, sebagaimana kekayaan alam kita di ambil oleh pihak asing seperti Freeport (Papua) yang masih di kelola oleh pihak asing dimana negeri ini hanya memperoleh sedikit dari hasil yang banyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H