Mohon tunggu...
Isa Multazam Noor
Isa Multazam Noor Mohon Tunggu... Dokter - PsycTelston

Psikiater anak di Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Grogol Jakarta Barat Kepala Instalasi Diklat Litbang RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Grogol Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Post Partum Blues atau Baby Blues Syndrome: 1 dari 7 Wanita Alami Depresi Setelah Melahirkan

25 April 2021   15:08 Diperbarui: 25 April 2021   15:25 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Postpartum depression adalah suatu sindrom (kumpulan gejala) psikiatrik yang serius paska melahirkan, berupa permasalahan emosional yang terkait dengan suasana perasaan (mood) yang bertahan lama (menetap) sehingga mengakibatkan individu wanita tersebut menjadi terganggu dan tidak dapat melakukan fungsinya dalam merawat bayi. Keluhan yang muncul dapat disertai rasa tidak bahagia, sulit tidur, dan kelelahan yang berat. 

Sedangkan baby blue syndrome adalah permasalahan suasana perasaan (mood) yang dapat bersifat sementara atau berderajat ringan sampai sedang selama masa kehamilan, menjelang kelahiran bayi atau periode singkat satu minggu setelah melahirkan. Keluhan yang muncul dapat berupa mudah marah, mood labil, sulit tidur, tidak konsentrasi, rasa cemas dan kelelahan yang dapat muncul dalam bentuk gejala psikosomatis. 

Keluhan baby blue syndrome bisanya hilang pada hari ke 10 paska melahirkan, Apabila masih tetap berlangsung, maka wanita tersebut dapat berkembang mengalami depresi paska melahirkan. Angka prevalensi baby blue syndrome lebih tinggi kejadiannya, yaitu 30-85% dibandingkan dengan postpartum depression yang berkisar antara 10-15%.

Penelitian lain menunjukkan wanita yang pernah alami satu episode depresi setelah melahirkan memiliki risiko sebanyak 50% untuk mengalami kembali episode tersebut pada kehamilan berikutnya. Depresi paska melahirkan dapat berpengaruh pula kepada pasangan (ayah) selama tahun pertama kelahiran bayi, yaitu sebanyak 10%.

Sedikit tambahan faktor risiko lain, seperti:  komplikasi saat persalinan, karakteristik kepribadian tertentu (anankastik atau perfeksionis), dan ketidakpuasan dalam kehidupan perkawinan juga dapat berkontribusi terhadap terjadi depresi paska melahirkan pada individu wanita.     

Sebagai akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kemudian masyarakat menjadi peduli akan pentingnya deteksi dini dan pencegahan awal dari depresi paska melahirkan. Depresi paska persalinan sekali lagi bukanlah mitos, tetapi memang fakta yang dapat terjadi dan dialami oleh wanita di dalam suatu siklus kehidupannya.

Depresi bisa saja terjadi pada siapapun, penting bagi kita yang peduli untuk tidak malu membawa anggota keluarga berkonsultasi kepada profesional kesehatan jiwa, yaitu psikiater (dokter ahli kesehatan jiwa) apabila dijumpai gambaran seperti yang tersaji di atas. Jangan sungkan dan malu untuk datang ke psikiater, karena gangguan yang kami atasi tentunya tidak hanya skizofrenia.

Dr Isa Multazam Noor, MSc, SpKJ(K) *Psikiater Anak dan Remaja RSJ Dr Soeharto Heerdjan Grogol Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun