Neraca arus fisik, fungsional untuk transaksi lingkungan serta neraca aset dalam satuan fisik dan moneter disebut SEEA Central Framework, sedangkan neraca ekosistem disebut SEEA Experimental Ecosystem Accounts.
      Dalam pembentukan SEEA, BPS di bawah koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga bekerjasama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) serta Kementrian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Keseriusan pemerintah dalam pembangunan berkelanjutan juga terlihat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 untuk merealisasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
      Untuk melakukan penyempurnaan dalam neraca sumber daya alam, Indonesia bekerjasama dengan Wealth Accounting and the Valuation of Ecosystem Services (WAVES) pada tahun 2013 dan memformulasikan kemitraan pada 2015.  WAVES merupakan lembaga dari Bank Dunia untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui perencanaan pengembangan sumber daya alam serta neraca ekonomi nasional. Empat fokus utama dalam program WAVES untuk Indonesia pertama dengan meningkatkan cakupan dan kualitas data SISNERLING. WAVES mendukung langkah desain serta monitoring neraca kekayaan yang komprehensif dan Adjustent Net Sacings (ANS). Kedua, melalui pembentukan neraca nasional berbasis SEEA untuk cakupan tanah, pemanfaatan tanah dan ekosistem. WAVES berkontribusi dengan mengelola konversi tanah hutan menjadi pertanian dan infrastruktur sebagai akibat dari peningkatan populasi dan kebutuhan pembangunan ekonomi, menilai tanah non-urban sebagai dasar untuk menentukan kompensasi finansial pemanfaatan lahan untuk tujuan kepentingan umum, serta menyediakan data dan analisis untuk mengelola ekosistem tertentu. Ketiga, dengan mengembangkan neraca air berbasis SEEA untuk sungai Citarum. Hal ini dilakukan dengan memperkuat pengetahuan terkait faktor yang memengaruhi kuantitas dan kualitas air serta menyediakan pendekatan replikasi untuk memproduksi neraca air untuk daerah lain. Terakhir, dengan mengintegrasikan data kedalam neraca sumber daya alam. WAVES menginformasikan proses pembangunan terutama untuk RPJMN yang kan datang, serta visi pembangunan jangka panjang Indonesia.
      Badan Informasi Geospasial juga turut serta dalam membentuk SISNERLING ini. BIG bertugas untuk menyajikan neraca dalam bentuk spasial. Neraca sumber daya alam disepakati dalam empat komponen sumberdaya alam, yaitu : sumberdaya lahan, hutan, air, dan mineral. Neraca spasial menekankan penyusun informasi neraca dengan memanfaatkan informasi keruangan atau spasial.
      BIG dalam penyusunan neraca sumberdaya alam memiliki fungsi antara lain, melakukan pembinaan neraca sumberdaya alam dalam hal menyiapkaan norma standar pedoman dan kriteria dalam penyusunan neraca sumberdaya alam dalam bentuk petunjuk teknis, modul, perka, SNI, dan standar lainnya. Fungsi lain adalah untuk melakukan integrasi neraca sumberdaya alam. Integrasi ini sejalan dengan One Map Policy yang menghasilkan satu data dan satu peta, yang menggunakan satu reference. Masalah yang dihadapi sekarang adalah belum ada standar data dan klasifikasi. Kedepannya diharapkan integrasi ini mampu menjawab tantangan tentang informasi geospasial neraca sumberdaya alam.
      Penyusunan neraca sumberdaya alam sudah berhasil diterapkan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan telah dipublikasikan tahun 2002-2007 dan 2007-2012. Hasilnya dapat memberikan rekomendasi kebijakan antara lain, adanya penyimpangan pemanfaatan ruang aktual disebabkan keterbatasan ruang bagi penduduk untuk beraktifitas atau pemanfaatan lahan budidaya di kawasan lindung yang sudah ada sebelum ditetapkan sebagai fungsi lindung oleh pemerintah.
      Hasil publikasi dari SISNERLING yang dikeluarkan BPS yang paling baru adalah Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia 2012. Dari hasil publikasi tersebut didapatkan beberapa kesimpulan. Pertama, pada periode tahun  2009-2014 tutupan lahan kategori hutan berkurang. Sedangkan kategori perkebunan dan pertanian bertambah. Penurunan luas hutan hamper terjadi di semua pulau kecuali di pulau Bali dan Nusa Tenggara yang mengalami penambahan luas akibat reboisasi dan reklasifikasi. Hutan memiliki banyak fungsi antara lain fungsi ekonomis, klimatologis, hidrolis serta ekologis. Meskipun hutan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui tetapi dalam pemanfaatannya dan pengelolaannya harus tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestarian ekosistem. Kedua, rata-rata cadangan akhir tahun komoditi sumber daya mineral dan energi mengalami penurunan, seperti minyak bumi, gas bumi, emas, dan bijih nikel akibat tingkat deplesi yang melebihi pertumbuhan penemuan cadangan barunya. Ini juga dapat berarti sumber daya alam tersebut akan habis apabila tidak dapat ditemukan tambang baru.
      SISNERLING merupakan langkah yang tepat bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia mengingat pertumbuhan penduduk yang cepat akan berdampak langsung terhadap lingkungan Indonesia. Peningkatan penduduk ini akan membawa dampak peningkatan lahan untuk perumahan maupun peningkatan eksploitasi sumber daya alam yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini membuat pemerintah wajib mengambil langkah yang tepat untuk mengatasi semua masalah tanpa harus mengesampingkan keberlanjutan sumber daya alam Indonesia.
      Dari ulasan di sebelumnya SISNERLING dapat memberikan informasi yang komprehensif dari aspek ekonomi, lingkungan serta sosial dalam suatu neraca. Informasi ini dapat memberikan pemerintah gambaran lengkap mengenai pembangunan yang sudah dan sedang dilakukan lengkap dengan dampaknya. Neraca ini tidak hanya memberikan memberikan informasi mengenai hasil yang didapatkan melalui produksi minyak, mineral, dan sumber daya lainnya. Namun juga hasil yang akan didapatkan Indonesia apabila menjaga alam dimasa yang akan datang. Dengan demikian SISNERLING juga dapat memberikan gambaran untuk pertimbangan pemerintah dalam pembangunan jangka panjang.
      Pembuatan neraca ini tidaklah mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi lembaga yang bertugas untuk menghasilkan neraca ini. Salah satu tantangan besar adalah ketersediaan lembaga pemerintah maupun swasta dalam memberikan keterbukaan data. Keterbukaan data menjadi masalah utama karena SISNERLING harus mengumpulkan informasi dari pihak-pihak yang aktif bersentuhan dengan hal-hal yang tercatat dalam SISNERLING seperti perusahaan tambang, perusahaan air minum, lembaga perlindungan alam dan lainnya. Sehingga dibutuhkan komitmen bersama untuk menghasilkan neraca sumber daya alam yang berkualitas dan bisa menggambarkan secara nyata kondisi Indonesia.
      Dengan adanya SISNERLING ini diharapkan pemerintah mampu membuat kebijakan yang tepat untuk keberlangsungan sumber daya alam Indonesia di masa mendatang. Pemerintah juga mampu membuat program pembangunan yang mendukung mendukung keberlangsungan lingkungan sesuai dengan SDGs dan RPJMN.