Pada dasar pakem wayang, penonton menghadap ke arah balik layar sehingga dalang yang mengayunkan wayang tidak terlihat. Justru fenomena ini terbalik, dalang menghadap ke depan dan bukan di balik layar yang membuat penonton mengetahui posisi dalang dimana. Entah kapan fenomena itu terjadi di pagelaran wayang yang pada umumnya dalang berada di balik layar
Wayang urban tersebut, mengusung konsep dan gaya khas yang modern. Ditambah pula dengan alunan musik kontemporer yang jarang sekali bila pagelaran wayang menggunakan alunan musik tersebut.Â
Andai saja orang awam yang tidak mengetahui wayang pun juga akan terasa terhibur dengan penyajian khas dari Nanang Hape. Cara penyampaiannya pun mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Nanang menceritakan wayang dengan Bahasa Indonesia yang di campur dengan Bahasa Jawa.
Sebelum lakon Dewi Kunti, ada pula lakon Ekalaya dan Anggraini yang dimulai pada jam 8 malam. Selama hampir 3 jam pertunjukan itu berlangsung yang diakhiri dengan lakon Gatotkaca. Para penonton bersorak saat dalang menghentikan ceritanya. Samad Widodo selaku kepala UPT Taman Budaya Jawa Timur juga melihat pertunjukan wayang tersebut. (Isam Firmansyah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H