Mohon tunggu...
Isa Mardiyanto
Isa Mardiyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta

Membahas fenomena sosial politik sambil mengopi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penanganan Permasalahan Perdagangan Manusia yang Tidak Serius oleh Pemerintah Negara Kamboja

7 Juni 2023   20:44 Diperbarui: 7 Juni 2023   20:54 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Perdagangan manusia masih menjadi isu penting di dunia karena telah menjadi ancaman bagi suatu negara. Salah satu penyebab terjadinya perdagangan manusia yaitu karena tingginya tingkat kemiskinan. Kamboja merupakan salah satu negara di dunia dengan medium human development countries atau negara dengan indeks pembangunan manusia yang rendah, dengan salah satu indikatornya, yaitu tingkat kemiskinan yang tinggi.

Kamboja menjadi negara yang masih berusaha untuk melawan isu kemiskinan, begitupula dengan isu perdagangan manusia yang masih tinggi. Isu ini dirasakan hampir oleh seluruh negara di dunia, salah satunya Kamboja. Untuk mengatasi isu perdagangan manusia di negaranya, Pemerintah Kamboja telah melakukan upaya pencegahan, penekanan, dan penghukuman melalui regulasi-regulasi yang diterapkan. Kamboja telah menandatangani dan meratifikasi perjanjian yang berkaitan seperti menyepakati Deklarasi ASEAN tentang penentangan perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak pada tahun 2004; memberlakukan UU Pemberantasan, Perdagangan, dan Eksploitasi Manusia pada 2008 yang dilengkapi dengan KUHP Kamboja 2010; meratifikasi Konvensi ASEAN yang menentang Perdagangan Orang Terutama Perempuan dan Anak pada 2016.

Selain upaya yang dilakukan pemerintah Kamboja, terdapat pula peran aktor non-negara yang ikut andil dalam mengatasi isu perdagangan manusia di Kamboja. Aktor non-negara yang terlibat yaitu International Non-Governmental Organization (INGO), seperti The Asia Foundation sejak 1955 dan International Justice Mission (IJM) sejak 2004. Kedua INGO tersebut berkontribusi dalam pencegahan, perlindungan, dan dukungan bagi para korban perdagangan manusia.

Meskipun aktor negara dan non-negara telah terlibat dalam upaya pemberantasan isu ini, namun sepertinya belum membuahkan hasil yang baik karena masih banyaknya kasus perdagangan manusia di Kamboja. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Walk Free Foundation dalam Indeks Perbudakan Global 2018, Kamboja telah menjadi negara nomor 1 di Asia Tenggara dengan tingkat prevalensi perbudakan modern paling tinggi sejumlah 16,8% (dari korban per-1000 populasi).

Kamboja telah menjadi salah satu negara tujuan utama perdagangan manusia di Asia Tenggara. Berbagai upaya yang telah dilakukan aktor negara dan non-negara dalam memberantas perdagangan manusia di Kamboja ternyata masih belum cukup. Penanganan isu perdagangan yang buruk menjadi hal yang menarik untuk dibahas, karena hal tersebut berkaitan dengan hambatan-hambatan yang terjadi. Hambatan-hambatan tersebut yaitu sebagai berikut.

Gagalnya Proses Internalisasi HAM di Kamboja

Pada dasarnya, pemberantasan perdagangan manusia harus dilandasi dengan kesediaan negara untuk menginternalisasi norma yang berkaitan dengan isu ini. Pada pelaksanaannya, terdapat aktor non-negara yang berkomitmen memberantas perdagangan orang dengan berusaha untuk masuk ke dalam negara dalam proses adopsi atau proses internalisasi norma ini. The Asia Foundation dan JIM telah ikut serta dalam sosialisasi mengenai pentingnya HAM dan secara khusus mengenai pemberantasan perdagangan orang sebagai bentuk pemeliharaan terhadap HAM di Kamboja.

Sayangnya, proses internalisasi HAM di Kamboja belum berhasil mengubah situasi HAM domestiknya. Justru situasi HAM di Kamboja semakin memburuk. Memang benar, Pemerintah Kamboja menjamin kebebasan berekspresi dalam Pasal 41 Konstitusi Kamboja 1993. Akan tetapi realitanya, berbagai taktik represif semakin banyak digunakan untuk membungkam masyarakat sipil, jurnalis, serikat pekerja, lawan politik, dan juga para pembela HAM.

Bahkan, menurut Indeks Kebebasan Pers Dunia, Kamboja berada pada peringkat 144 dari 180 negara pada tahun 2020. Yang dibungkam tidak hanya pers, melainkan juga NGO anti perdagangan seksual, Agape International Mission (AIM). AIM yang dibubarkan atas tuduhan penghinaan terhadap Kamboja melalui laporan perdagangan orang yang mereka publikasikan. Pemerintah Kamboja bahkan tidak memberikan kesempatan bagi AIM untuk membela diri dengan melakukan klarifikasi atau membeberkan bukti terkait laporan yang mereka rilis.

Struktur Domestik Kamboja Sebagai Penghambat

Perubahan normatif terkait HAM di Kamboja hanya dapat terbentuk melalui peran dan pengaruh dari pergerakan struktur domestik negara itu sendiri. Kamboja merupakan negara yang melembagakan sistem politik terpusat dengan dominasi lembaga eksekutif. Pemerintah pusat memegang kendali penuh atas seluruh wilayah Kamboja. Dominasi dalam sistem politik Kamboja dilakukan oleh Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen dan Partai Rakyat Kamboja atau CPP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun