Mohon tunggu...
Isal Mawardi
Isal Mawardi Mohon Tunggu... mahasiswa -

Keep writing, keep rock in!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Transfer Gila-gilaan Liga Inggris Mencekik Pemain Lokal

17 Maret 2017   21:18 Diperbarui: 17 Maret 2017   21:27 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia."

Sabda dari presiden pertama Indonesia, Ir.Soekarno dalam buku Penyambung Lidah Rakyat Indonesiayang terbit pertama kali pada tahun 1965. Beliau tidak main-main dengan apa yang dapat dilakukan para pemuda untuk negerinya. Kita harus menyepakati yang dikatakan sang proklamator karena kala itu Indonesia sedang dalam masa-masa kelam. Butuh tenaga dan pikiran anak muda agar awan kelabu angkat kaki dari Indonesia.

Segala yang dikatakan Ir.Soekarno tentang pemuda rasanya tidak hanya di bidang politik saja, tetapi lebih luas dari itu. Yaitu hingga keranah olahraga, khususnya sepakbola. Tidak bisa dipungkiri bahwa peran pemain muda untuk klub dan negara sangat vital. Mereka merupakan generasi emas yang dapat mewakili gaya sepakbola modern.

Kita hijrah ke negara Albert Einstein dilahirkan, Jerman. Melihat pemain muda Jerman yang melimpah ruah di klub lokal maupun klub diluar Jerman. Sebut saja Julian Weigl (Dortmund), Joshua Kimmich (Bayern Munich), dan Max Meyer (Schalke 04). Akademi pembinaan pemain muda di Jerman berhasil menelurkan berjibun anak muda dengan kualitas nomor wahid soal mengolah si kulit bundar. 

Fenomena ini tak lepas dari kebijakan federasi sepak bola jerman Deutscher Fussball-Bund(DFB). Keharusan 2 divisi teratas liga Jerman untuk mengoperasikan  akademi pemain untuk memperoleh lisensi berpartisipasi di dua kasta teratas Jerman. Klub liga jerman dialihkan dari membeli bakat potensial dari luar negeri menjadi memproduksi telenta berdarah Jerman. Bahkan DFB rela mengalokasikan uang bensin bagi para orang tua untuk mengantar anaknya ke pusat pelatihan agar bakat potensial pemain lokal tak luput dari radar.

Lain halnya di negeri matador. Setiap klub senior memiliki klub cadangan  yang ikut disertakan dalam kompetisi profesional. Tim cadangan ini berisikan para pemain muda yang usianya rata-rata dibawah 23 tahun. Contohnya FC Barcelona memiliki Barcelona B, Real Madrid mempunyai Madrid Castilla, begitu pula Atletico Madrid dan Sevilla. Bedanya, jika di Liga Inggris atau Liga Italia para pemain u21 memiliki liga tersendiri, sehingga para pemain junior (u21) Chelsea akan bertanding dengan pemain u21 klub lainnya. 

Tetapi khusus di Spanyol, Barcelona B berada di divisi kedua (Segunda División). Barcelona B akan menghadapi para senior yang berada di divisi kedua liga spanyol tersebut. Bisa kita simpulkan, tim cadangan (u21) ini akan merasakan kerasnya pertandingan yang sesungguhnya dengan klub senior divisi dua macam Getafe, Rayo Vallecano, Alcorcon, Zaragoza dan juga bertemu sesama tim cadangan. Kebijakan ini membuat Spanyol menetaskan pemain jempolan seperti Sergi Roberto (Barcelona) dan Daniel Carvajal (Real Madrid)

Sebagai pecinta Liga Inggris, tak ayal membuat saya sedikit kecewa dengan kebijakan-kebijakan klub liga Inggris dalam hal memproduksi pemain muda. Lihat saja dalam starting line up klub liga Inggris setiap minggunya (khususnya 6 klub teratas), pemain muda lokal hanya sebagai pemanas bangku cadangan. Semenjak Arab Money dan Russian Moneymengambil alih Manchester City dan Chelsea, kedua klub tersebut dengan klub-klub liga Inggris lainya malah berlomba-lomba membeli pemain “sudah jadi” luar negeri. Bahkan kebijakan Brexit pun tak berpengaruh signifikan terhadap sepak bola negeri Ratu Elizabeth tersebut.

Pantas aja prestasi skala international mereka tak seelok Spanyol dan Jerman. Dulu the big fourmerajai Liga Champion, sekarang hanya isapan jempol belaka. Bahkan di level timnas pun Inggris hanya sebagai tim penghibur. Lihat saja di Piala Dunia 2014 dan Euro 2016.

Ruben Loftus-Cheek (Chelsea) hanya sebagai pelapis Ngolo Kante dan Nemanja Matic. Marcus Rashford (Manchester United) akan menjadi starting line up jika Ibrahimovic absen. Terakhir, Alex Oxlade-Chamberlain (Arsenal) hanya menjadi baying-bayang Alexis Sanchez. Perlahan kebijakan klub liga Inggris membunuh karir pemain lokal mereka.

Namun ada yang menarik ketika saya mengamati tim besutan Mauricio Pochettino, Tottenham Hotspurs. The Lily White (Sebutan Tottenham Hotspurs) setidaknya memberikan kesempatan lebih kepada para pemain lokal. Spurs lebih berani menurunkan pemain lokal di laga-laga penting untuk memperpanjang jam terbang pemain.

Pada starting line up Spurs, terdapat 5 pemain berdarah Inggris yang dibina sejak usia belia. Harry Kane, Dele Alli, Kyle Walker, Danny Rose, dan Eric Dier menjadi pemain lokal yang mengisi spot di tim utama Spurs dan timnas Inggris. Jika bukan karena manajemen Spurs yang berani menurunkan ke mereka secara rutin, sudah bisa dipastikan kelima pemain tersebut hanya menjadi sampah Inggris. Terlihat dibeberapa pertandingan yang dilakoni Spurs. Sekarang sudah ada pamain lokal yang asing kita dengar. sebut saja Harry Winks, Tom Carrol, dan Joshua Onomah. Melihat permainan Winks saat melawan Milwall, saya berani jamin Harry Winks bakal jadi gelandang terbaik di Inggris. he looks like Lampard in quicker version.

Kepercayaan kepada pemain muda sepertinya adalah hal paling mahal di Premier League. Semoga saja apa yang dilakukan Spurs, dicontoh oleh klub liga Inggris lainnya. Sehingga pemain-pemain lokal Inggris dapat bersinar dan merebut kembali era keemasan Inggris di Eropa yang belakangan tahun terakhir direbut oleh Jerman dan Spanyol

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun