Konflik terkait kebakaran hutan papua masih membara. Investigasi yang dilakukan oleh Forensic Architecture dan Greenpeace Indonesia, yang diterbitkan pada Kamis (12/11/2020) bersama dengan BBC, menemukan bukti bahwa Korindo telah melakukan pembakaran hutan untuk membuka perkebunan kelapa sawitnya. Investigasi menemukan bukti kebakaran di salah satu konsesi Korindo selama beberapa tahun dengan pola 'pembakaran yang disengaja' secara konsisten.
Atas hasil investigasi itu, Korindo Group membantah tudingan yang menyebut dengan sengaja membakar arena perkebunan itu.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjawab laporan investigasi yang dilakukan oleh Forensic Architecture dan Greenpeace Indonesia bersama BBC Indonesia terkait kebakaran hutan untuk perluasan lahan sawit yang dilakukan oleh perusahaan asal Korea Selatan (Korsel).
"Investigasi yang diekspos Greenpeace menyebutkan bahwa video yang digunakannya itu adalah video tahun 2013," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Rasio Ridho Sani dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (13/11/2020).
Papua Tersandra
Hutan Papua merupakan salah satu hutan hujan yang tersisa di dunia dengan keanekaragaman hayati tinggi. Lebih dari 60 persen keragaman hayati Indonesia, ada di Papua.
Anak usaha perusahaan Korea Selatan (Korsel), Korindo Group, menguasai lebih banyak lahan di Papua daripada konglomerasi lainnya. Perusahaan ini telah membuka hutan Papua lebih dari 57 ribu hektare, atau hampir seluas Seoul, ibu kota Korsel.
(Detik News. Sabtu, 14 November 2020).
Korindo merupakan sebuah perusahaan Indonesia yang didirikan pada tahun 1969 dan telah beroperasi selama 50 tahun. Korindo Group PT, bersama-sama dengan anak perusahaan, memproduksi kayu lapis, kertas cetak berita, dan kontainer di Indonesia.
Pada awalnya perusahaan ini menempatkan fokus utamanya di pengembangan hardwood yang kemudian beralih ke plywood/veneer pada tahun 1979, kertas koran di tahun 1984, perkebunan kayu di tahun 1993, dan terakhir perkebunan kelapa sawit di tahun 1995.
(Situs Resmi Korindo).
Selama 50 tahun, Papua tersandra tak berdaya. Ini berakibat pada pengerukan keuntungan yang terus mengalir ke negeri drama tersebut.
Warga Papua Menderita
Dampak penguasaan negara asing ini jelas buruk. Warga Papua menjadi kesulitan mencari maya pencaharian.
Masyarakat suku Malind, yang tinggal di pedalaman Papua, perlahan kehilangan hutan adat yang menjadi tempat mereka bernaung. Mereka sedih karena hutan adatnya di pedalaman Merauke kini telah menjadi perkebunan kelapa sawit.
"Saya menangis, saya sedih kenapa saya punya hutan, alam Papua yang begini indah, yang tete nenek moyang wariskan untuk kami anak-cucu, kami jaga hutan ini dengan baik," kata perempuan suku Malind, Elisabeth Ndiwaen.
"Kami tidak pernah bongkar hutan, tapi orang dari luar bongkar itu. Buat saya itu luka," ujarnya.
Sementara, ketua marga Kinggo dari suku Mandobo, Petrus Kinggo, berkukuh mempertahankan hutan adatnya di Distrik Jair, Boven Digoel. Dia menolak hutan adatnya dijadikan kebun kelapa sawit. Dia mengatakan sagu yang jadi makanan pokok masyarakat Papua lambat laun tergusur kebun kelapa sawit.
"Jadi saya ambil ikan, daging, burung, sagu, gratis. Saya datang pasti dengan istri anak senyum, senang-senang kita makan. Tidak ada yang keberatan karena ini di atas tanah adat saya sendiri," kata Petrus sambil menunjukkan kebun sagu di hutan adatnya.
(Detik News, Sabtu, 14 November 202).
Islam Lindungi Hutan
Islam sebagai agama yang sempurna menyelesaikan masalah dengan baik dan tuntas. Demikian pula dengan hutan.
Hutan merupakan lahan kepemilikan negara yang pengelolaannya merupakan kewenangan negara untuk membiayai kebutuhan negara. Tidak boleh penguasaannya dimiliki oleh perusahaan milik pribadi, apalagi dibiarkan untuk dikuasai perusahaan  asing.
Allah SWT memiliki tujuan penciptaan manusia di bumi ini adalah untuk menjadi pengelola alam.
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(TQS. al-Baqarah: 30).
Begitu juga di antara tujuan pengutusan Nabi Muhammad ke dunia adalah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta (QS. Al-Anbiya: 107). Bukan hanya untuk membawa rahmat bagi manusia, tetapi juga untuk hewan, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, udara, dan semua hal  yang dicakup alam semesta. Secara umum, tugas manusia dalam mengelola alam adalah menjaga keseimbangannya (mizan atau ekuilibirium)
"Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan (7). Â agar kamu jangan merusak keseimbangan itu (8). Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu (9).
(TQS. Ar-Rahman: 7-9).
Dengan demikian, perangkat dalam negara bersistem Islam jelas sekali akan memberikan sanksi ta'jir bagi siapapun yang merusak hutan dan mengeksploitasi untuk kepentingan pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H