Mohon tunggu...
Isabella Djogo
Isabella Djogo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Gambar dan Ilustrasi Sebagai Unsur Penting dalam Jurnalisme "Online"

2 November 2017   06:12 Diperbarui: 2 November 2017   08:14 2388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Memilih menjadi seorang jurnalis berarti memilih untuk mengabdikan diri kepada masyarakat. Abdi yang dilakukan jurnalis adalah dengan memberikan informasi terkini untuk khalayak. Jurnalis pun harus memastikan informasi yang diberikan adalah informasi yang benar dan bukanlah sebuah 'kabar burung' belaka. Inilah yang terberat dalam kehidupan profesi jurnalis.

Dalam bukunya yang bertajuk "Jurnalistik : Teori dan Praktik, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat" (2016, h.47) menyatakan bahwa syarat-syarat dari berita adalah akurat, lengkap, adil, dan berimbang. Akurasi merupakan yang paling utama untuk dijunjung tinggi oleh para jurnalis dimanapun mereka berada. Sebab jika seorang jurnalis tidak dapat memberikan berita yang benar mengenai sebuah kejadian, ia harus siap menerima cap sebagai jurnalis yang tidak memiliki kredibilitas dan berpotensi kehilangan pekerjaan.

Dengan begitu, kecermatan sangat dibutuhkan oleh jurnalis baik dalam hal mengecek fakta sesuatu yang diliput secara berkala serta dalam hal penulisan berita (Hikmat dan Purnama Kusumaningrat, 2016, h.48). Selain catatan lengkap mengenai waktu peliputan dan deskripsi kejadian, tidak bisa dipungkiri bahwa potret tempat kejadian perkara juga merupakan salah satu bukti pendukung akurasi berita.

Di mata jurnalisme online, gambar merupakan faktor yang memegang peranan besar dalam menarik perhatian pembaca. Mengapa? Karena seperti yang kita ketahui, manusia memiliki kecenderungan untuk tertarik pada sesuatu melalui visual. Selama berabad-abad, visual yang menarik selalu berhasil mencuri perhatian meskipun pada mulanya seseorang sedang tidak fokus (Gray, Bounegru, dan Chambers, 2012, h.134). Lalu apa hubungannya dengan jurnalistik?

Teori biologi ini pun juga dapat diterapkan dalam jurnalistik. Kenyataan bahwa gambar adalah hal yang penting dalam mempersuasi orang untuk membaca sebuah artikel sama sekali tidak bisa terelakan. Sering kali seseorang membaca artikel karena tampilan gambar yang menarik. Judul yang menarik serta gambar yang bagus adalah kolaborasi yang baik untuk membuat siapapun meluangkan waktu membaca berita walau pada awalnya ada rasa enggan.

Namun, pemilihan gambar untuk melengkapi berita tidak dilakukan sembarangan. Ada aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi oleh seorang jurnalis dalam memilih gambar untuk tulisannya. Seperti yang dituliskan oleh BBC dalam salah satu postingannya, sebuah foto dipilih karena dapat mewakili isi berita. Apa maksud dari kalimat tersebut?

 Sebelum memutuskan untuk membaca keseluruhan berita, seseorang biasanya akan membaca judul berita terlebih dahulu. Ini bertujuan untuk memberi gambaran mengenai topik berita. Gambar yang dicantumkan pun harus mampu membawakan 'suasana' dari sebuah berita. Setelahnya, seseorang pun akan memutuskan apakah dirinya harus membaca berita tersebut atau beralih pada berita yang lain.

Membawakan suasana yang dimaksud di sini adalah mempertegas berita yang diliput. Misalnya berita tersebut menceritakan tentang wawancara sang jurnalis dengan Presiden mengenai isu-isu hangat yang terjadi di Indonesia. Judul yang digunakan bisa saja berbunyi 'Wawancara Exclusive Bersama Presiden Indonesia Joko Widodo', untuk mempertegas suasana cerita maka gambar yang ditampilkan adalah kegiatan wawancara sang jurnalis bersama Presiden dimana keduanya duduk berhadapan sambil terlihat berbincang serius. Inilah yang dimaksud membawakan suasana.

Untuk berita-berita yang berkaitan dengan bencana alam, keindahan pemandangan, atau makanan diperlukan gambar yang dapat mewakili keingin tahuan pembaca mengenai apa yang ada atau terjadi di lokasi. Gambar diharapkan mampu 'membawa' pembaca untuk turut merasakaan apa yang ada atau terjadi. Dalam berita tentang bencana alam, biasanya gambar yang dicantumkan adalah gambar mengenai kerusakan yang terjadi akibat bencana alam tersebut.

Jurnalis harus lebih teliti dalam memilah gambar manakah yang cocok untuk dipasang pada berita bencana alam sebab jika tidak, ia bisa saja melanggar kode etik jurnalistik. Sering kali jurnalis berambisi untuk menyajikan gambar kejadian yang nyata mengenai bencana alam atau peristiwa-peristiwa yang memakan korban jiwa. Ada keinginan untuk menunjukan gambar yang paling real seperti potret korban-korban yang terluka atau kesedihan dari keluarga korban.

Hati-hati sebab hal ini bisa melanggar kode etik jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers. Dalam webnya, Dewan Pers menyebutkan banyak kode etik yang salah satunya berkaitan dengan privasi. Sejatinya, Jurnalis harus menghormati pengalaman traumatik dari narasumber dalam menyajian gambar, ilustrasi, atau suara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun