Di sini sedikit tarik ulur. Di Nganjuk ada Bapak Emak kami yang sudah sepuh dan selama ini anak-anaknya telah berusaha menjaga kesehatannya. Intinya dengan berbagai pertimbangan, akhirnya anak tetap di Depok. Selaras dengan kemauan anak.
Ketika pun akhirnya diberitahu tentang itu, anak berkata,
"Aku masih dalam program PKL, tidak mau pulang !"
Keinginan anak kukuh, pemulihan di Depok, dekat dengan teman-temannya. Pikir kami, mungkin disela perawatan masih bisa beraktiftas sambil rebahan. Jadi dengan beristirahat total anak berharap bisa segera pulih dan tentunya segera  bergabung dalam tim kembali, menyelesaikan program PKL.
Batin saya, tekadnya begitu kuat. Hanya, bahasa dalam komunikasi kami agak terbatas itulah yang membuat kami yang jauh, mengambil interpretasi tentang keadaannya didominasi perasaan, kurang logika. Di WA jawabnya agak lama. Sekalinya jawab, satu dua kata. Di telfon suara terbata.
Anak lelaki saya ini termasuk generasi Z, lahir di 2002. Ortu manapun akan mengalami bagaimana anak begitu familiar dengan gadget, aplikasi mobile dan desktop, efisiensi ala google dan e-commerce, dll. Â Karakter mandiri, lebih suka berkomunikasi aktif melalui media sosial menjadi dominan dalam kondisi isoman. Tetapi tidak untuk urusan cuci baju.
Siang tadi ibunya melo lagi. Baju bersih anak sisa 2 pasang. Lainnya sudah kotor kepakai. Normalnya biasa di hari minggu baru nyuci. Tapi saat isoman, lemas tak kuasa, lunglai tanpa tenaga. Itulah, satu-satunya aktivitas anak yang tidak mampu dikerjakannya.Â
Sesiang sesore di dalam kamar istri browsing searching laundry di Depok yang menerima layanan cuci penyintas covid atau binatu. Tidak ada. Ada satu yang merespon, tetapi jauh dan masih berusaha menawarkan ke rekan binatu terdekat lokasi untuk handle. Dan hasilnya, nothing.
Kami dapat kontak dari teman anak yang selama ini jadi tumpuan komunikasi dan penerimaan paket via ojek online untuk mencoba hubungi seseorang yang selama ini  menjadi  penghubung dokter periksa anak. Pegawai lain lagi dari orang yang budiman.
Saya chat beliau untuk dapat menelfon atau bicara dengan chat. Beliau terima. Saya telfonlah beliau. Tujuannya satu, mungkin bisa membantu mencarikan seseorang di sekitar lokasi rumah isoman yang bisa handle cucian paling tidak 3 hari sekali. Tentu akan kami bayar kerjanya diluar ongkos laundry.
Dalam perbincangan singkat tersebut, jujur beliau berkata adalah alumni penyintas covid. Ada kelegaan anak berada di dekat orang yang pernah merasakan langsung dan tentu faham semua terkait sakit yang diderita anak. Pengalaman yang sangat berharga di dalam situasi tak menentu seperti saat ini. Selanjutnya beliau berkata akan mengusahakan.