Mohon tunggu...
Alifis@corner
Alifis@corner Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Serius :)

Sebagaimana adanya, Mengalir Seperti Air | Blog : alifis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Algoritma Emosional dan Kebenaran di Balik Catur Dewa Kipas

17 Maret 2021   13:18 Diperbarui: 17 Maret 2021   13:26 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
GothamChess : Drama is Over, The Truth is Out (twitter.com)

Logika algoritma kebenaran yang dibangun bisa dalam bentuk metode Dekomposisi (Decomposition) dengan memecah data, proses atau masalah (kompleks) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau menjadi tugas-tugas yang mudah dikelola,; Mengenali Pola (Pattern Recognition) dengan melihat persamaan atau bahkan perbedaan pola, tren dan keteraturan dalam data yang nantinya akan digunakan dalam membuat prediksi dan penyajian data; Abstraksi (Abstraction) dengan melakukan generalisasi dan mengidentifikasi prinsip-prinsip umum yang menghasilkan pola, tren dan keteraturan tersebut; Semakin kompleks variabel yang dilibatkan semakin baik model yang dibangun. Semakin banyak uji sistem dilakukan akan semakin sempurna sistem yang dibuat. Semakin cerdas, bahkan mungkin lebih cerdas dari manusianya. Dalam hal ini, sempurna dalam orde manusia. Sekali lagi kebenaran 'relatif'manusia.

Kita bisa berkaca pada banyak kebenaran ilmiah manusia yang kemudian direvisi karena keterbatasannya. Anomali air pada suhu < 4 derajat. Hukum Newton tidak berlaku pada keadaan relativistik. Bumi dulu dianggap pusat tata surya. Alam semesta terus mengembang dan ilmu pengetahuan tidak bisa mengukur batasnya. Dan seterusnya yang banyak lagi. Artinya keterbatasan walau dalam orde 1,0E-6% harus diakui keberadaannya. Anda pasti faham penggunaan VAR di dunia sepakbola. Saat wasit tidak yakin pada penglihatannya, maka akan memeriksa di komputer. Berdasarkan hasil komputer, wasit kemudian memutuskan. Tetapi apakah keputusan wasit secara objektif bisa selalu diterima dan memuaskan semua pihak? Tidak selalu. Ada kejadian-kejadian tertentu yang tidak normal, tidak wajar. Ada anomali. Tak terkecuali, sistem uji kecurangan Chess.com.

Jadi, jika langkah anda dalam bermain catur terlalu sistemik dan teratur dengan jeda waktu yang sama, atau terlalu akurat didalam mengkonstruksi permainan, anda sudah layak dicurigai. Lebih dicurigai lagi, anda sebagai pemula, hanya kalah sesekali, kemudian menang terus dalam rentetan pertandingan terakhir, bahkan mengalahkan yang ELO nya lebih tinggi. Maka sistem akan mendeteksi adanya keanehan, ketidaknormalan dan pada akhirnya bisa dianggap kecurangan.

Algoritma kebenaran sistem Chess.com sudah membatasi bahwa manusia pasti memiliki kesalahan, memiliki kelemahan dalam fokus dan konsentrasi sehingga pasti ada salah jalan, dipengaruhi oleh struktur bangunan permainan lawan dan pada permainan tertentu pasti pernah dikalahkan, dan jangan menjadi jagoan diwaktu yang relatif singkat. Anda akan mengacaukan kenormalan sistem, karena tidak boleh ada kemenangan disertai akurasi diatas 93,5% terus menerus. Itu keputusan mesin kecerdasan.

Ini yang mungkin tidak terfikirkan oleh Dewa Kipas. Karena mungkin saja sang Dewa polos dan gaptek oleh teknologi komputasi. Hasrat bermainnya memicu adrenalin untuk menang dan terus menang. Atau sebaliknya tanpa sadar telah menggunakan cheat engine yang dikiranya bot biasa, secara multitasking. Etahlah, tidak tahu.

Ketika kebenaran berbentur dengan kebenaran di sisi yang lain, terkait keterbatasab pemahaman dan ilmu pengtahuan, maka kita hanya bisa berasumsi dan menggali argumentasi sendiri. Hanya sebatas itu. Tidak boleh kemudian merasa benar sendiri, membully dan mencaci maki. Karena kebenaran relatif saat ini bisa jadi adalah kekeliruan di waktu yang lain. Kekeliruan di saat ini bisa berubah menjadi kebenaran di masa depan. Semua yang difikirkan manusia adalah kebenaran relatif.

Jika Dewa Kipas bangkit untuk membela harga dirinya, dan bertarung secara kesatria berhadapan dengan semua yang meragukannya, dan ternyata menang. Maka itulah kemenangan netizen Indonesia. Netizen yang membelanya. Dan menyadarkan bahwa teknologi hanyalah alat bantu, bukan segala-galanya. Tidak bisa menjadi satu-satunya patokan.

Tetapi jika Dewa Kipas tidak lagi berhasrat di usia tua dan mengabaikan semuanya, opini algoritma kebenaran sistem komputer yang akan terus bergaung sampai akhir jaman. Disini, Dewa Kipas akan tetap menjalani hidupnya dengan tenang dalam kesederhanaan, tidak lagi curi-curi waktu bermain catur di hape, dan akan menemani istri sepenuh hati kala tidur. Diksi popularitas, pengakuan, bahkan tersisihkan dan dilupakan  sudah tidak lagi difikirkan, itu bukan tujuan dan memang tidak pernah diimpikan. Tujuan semula hanyalah senang bermain catur. Bukan yang lain-lain.

"Kayu kok difikir, bikin pusing"

Itu celetuk saya jika ketemu teman sedang berkerut dalam saat bermain catur. Ya, itu hanyalah permainan sebagaimana dunia adalah sekedar permainan.Siapapun kita, mari memanusiakan manusia.

alifis@corner

170321

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun