Mohon tunggu...
Alifis@corner
Alifis@corner Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Serius :)

Sebagaimana adanya, Mengalir Seperti Air | Blog : alifis.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Idul Fitri 2020, Anti Mainstream

24 Mei 2020   18:25 Diperbarui: 24 Mei 2020   18:25 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tepat jam 03.30 saya terbangun. Jam biologis selama Ramadan untuk makan sahur. Pagi ini beda. Kami tak lagi berniat sahur, karena ini sudah Idul Fitri. Sedih. Ada yang akan hilang dari kebiasaan. Sebulan yang paling berkesan, bulan Ramadan.

Ramadan, layaknya kekasih pujaan hati. Ketika datang membawa kegembiraan. Saat berpisah terasa menyedihkan. Semoga 2021 bisa berjumpa kembali. Mungkin dalam suasana yang tak terprediksi. Sebagaimana Ramadan 2020 ini.

Dan Idul Fitri 2020 yang hari ini saya jalani memiliki keganjilan, keunikan, anomali dari Idul Fitri yang saya alami sebelum-sebelumnya. Berbeda dari ritus biasanya. Anti mainstreamlah pokoknya.

Sholat Id di Halaman Tetangga

Sejak awal Ramadan terasa janggal tanpa tarawih di Masjid, akibat pandemi covid-19. Karena tidak ada yang menyelenggarakan di masjid manapun di kota Kupang, maka sesuai himbauan, sebulan penuh kami tarawih jamaah di rumah. Setelah takbir semalam maka disusul sholat Idul Fitri, atau saya sebut sholat Id.

Seumur-umur, belum pernah sholat Id di rumah. Kalo tidak di lapangan ya di masjid. Sejak saya datang ke kota Kupang tahun 2004, sholat ya di Shelter TNI AU, sebelah Bandara El Tari. Dan yang unik adalah ditengah-tengah khotbah Id, sejumlah pesawat sedang take off di run way dengan jarak cukup dekat.

Tahun ini di shelter tidak ada sholat Id. Suara pesawat juga tak terdengar lewat. Masjid hanya mengumandangkan takbir. Dalam pikiran saya, berarti sempurnalah ibadah kami di rumah. Sejak awal puasa sampai Sholat Idul Fitri.

Allah Maha Baik untuk menunjukkan ketidaksempurnaan kami. Allah tahu kami akan takabbur dalam lisan atau mungkin tulisan. Menjelang malam takbiran ada tawaran tetangga sekompleks untuk sholat berjamaah di salah satu rumah tetangga. Alhamdulillah.

Habis sholat Id bersama tetangga kompleks (dokpri)
Habis sholat Id bersama tetangga kompleks (dokpri)

Jadilah. Tadi pagi jam 06.50 Wita kami sholat Id diikuti 50-an jiwa.  Kalaupun akhirnya terpaksa duduk dan berdiri berdekatan, lebih disebabkan keadaan, juga kangen dan rindu kami pada tetangga, yang terputus komunikasi walau sekedar say hello, sejak covid-19 melanda.

Yang membedakan adalah masker, sanitizer dan sedikit bicara dan tanpa salaman. Kami masih berusaha taat aturan dan setelahnya segera pulang. Semoga tidak ada yang terkena.

Lain sekali dengan tahun-tahun sebelumnya. Ribuan massa yang tumpah ruah di shleter akan bersalam-salaman, saling menghampiri mencari teman lalu antri jalan keluar menuju prakiraan lalu mengalami kemacetan akibat meluapnya mobil dan motor di jalanan.

Sungkeman Norak Sedunia

Selesai sholat Id, kami pulang kerumah. Sesuai protokol, lepas semua pakaian dan cuci tangan, lengan, muka dan kaki dengan sabun. Ganti pakai baju, sarung dan kopiah lain yang bersih, tidak harus baru.

07:34 Wita, mulailah sungkeman mini ala keluarga kecil kami.  Sungkeman anak dan orangtua. Saling maaf dan doa-doa seperti biasa. 07.50 Wita, kami sarapan ketupat dan opor lebaran. Tradisi yang dikangeni setiap hari raya Idul Fitri. Suasana tentu berbeda dengan yang keluarga besar. Kami hanya berempat, jadi makannya relatif cepat.

09:04 Wita, kami mengikuti agenda mudik online, yaitu Silaturahmi Idul Fitri Virtual Keluarga Besar Surono bersama 10 Keluarga anak dan cucu beserta cicitnya dengan aplikasi Zoom.

Yang jauh di luar Jawa, ada saya di kota Kupang NTT, saudara kembar di kota Enrekang, Sulsel, dan kota Pringsewu, Lampung. Di Jawa tersebar di kota Bandung, kota Jember dan kab Nganjuk bersama Bapak Emak.

Acara berfokus pada wejangan orangtua dan sungkem dari anak-anaknya. Mengapa wejangan penting? Ibarat tumbuhan, wejangan ortu itu adalah siraman yang menyejukkan, penuh gizi dan menyehatkan. Walau anak-anaknya juga sudah masuk kategori tua, mendekati dan melebihi 50 tahun, dan memiliki cucu, tetapi nasehat Bapak Emak tetap yang utama.

Gaya hidup boleh modern, pergaulan boleh luas, pengalaman boleh lebih kaya dan materi boleh melimpah, tetapi wejangan dan nasehat orang tua adalah mutiara tak ternilai harganya. Selain dengan wejangan, yang selalu kami tunggu adalah do'a-do'a yang selalu dialirkan kepada anak-anaknya.

12-png-5eca5660d541df215627d9b3.png
12-png-5eca5660d541df215627d9b3.png

Kamipun, mengaminkan dalam keadaan bersila, di karpet lantai ataupun  duduk di sofa. Saya dan keluarga yang ingin beda suasana duduk di teras belakang, di lantai bermandikan cahaya.

Ini gaya sungkeman ternorak sedunia. Duduk agak nongkrong di depan laptop dan hape, sementara Bapak menunduk khusyu berdoa. Bayangkan jika ini di depan orangtua, tentu kurang sopan adanya. Apalagi kultur Jawa, yang etisnya duduk bersimpuh dihadapannya. Apalagi pakai celana buntung seadanya.

Tapi memang tradisi dan teknologi ada nilai tawarnya. Dari sudut pandang kamera zoom,  ini tidak akan terlihat sebagai pelanggaran kesopanan. Karena yang terlihat hanya setengah badan ke atas. Anda tentu pernah mendengar lelucon, bahwa penyiar berita sangat rapi dan berdasi, tetapi hanya mengenakan celana bomber di bawahnya. Itu lelucon saja, walau mungkin ada benarnya.

Yang utama adalah substansinya, saling maaf-memaafkan. Titik. Alhamdulillah acara berjalan lancar dan bersyukur  seluruh keluarga bisa berkumpul. Total 35 anggota keluarga.

Kangen Buser Kid

Ini Idul Fitri era covid -19 yang meniadakan unsur kerumunan dan keramaian. Otomatis, silaturahmi antar tetangga juga ditiadakan. Toh tetangga dekat sudah bertemu semua di pagi hari kala sholat Idul Fitri. Sebagai pengganti hidangan, agar suasana komplit, kami juga mengirimkan buah-buahan representasi rasa penyesalan karena tidak membuka pintu lebar-lebar.

Buah Idul Fitri penting di masa pandemi Covid-19 (dokpri)
Buah Idul Fitri penting di masa pandemi Covid-19 (dokpri)

Insya Allah  buah-buahan lebih menyehatkan daripada emping melinjo yang bikin asam urat kumat, sate kambing atau sapi yang bikin naik tensi, atau jagung titi yang kadang nyelip di gigi. Klise saja, padahal gak sempat membuat sendiri masakan atau kue favorit ini.

Konsekuensi lainnya, mungkin tidak akan ada tamu-tamu tetangga lain yang turut memperindah Idul Fitri yaitu dari sahabat dan tetangga Nasrani. Di malam hari selama 2 hari Idul Fitri, biasanya tamu-tamu silih berganti berkunjung sambil ngobrol banyak hal ditemani kue sajian untuk dicicipi.

Yang unik, adalah tamu-tamu kecil, sebagai tim sukses kemeriahan Idul Fitri. Kalau Idul Fitri tanpa mereka yang ada hanya orang-orang tua dan muda yang cenderung ngobrol normatif. Percayalah, semakin berusia, manusia semakin tidak lucu. Kalaupun lucu, cenderung satire  dan tidak alami.

Saya menamai mereka Buser Kid. Saya sebut begitu karena personilnya anak-anak, tapi kerjanya mirip tim buru sergap. Minim obrolan, yang ada datang bergerombol, semacam gang. Saat datang ramai bersalam, hanya duduk sejenak dan yang disasar adalah kue-kue dan minuman yang disukai. Bahkan lucunya kadang tanpa duduk, mereka mengakses kue-kue, dikantongi lalu pamit. Dehh hehehe...

Anak-anak penggembira Idul Fitri (marimembaca.com)
Anak-anak penggembira Idul Fitri (marimembaca.com)

Ini yang bikin kami senyum-senyum sendiri. Saya teringat dulu sekali di masa kecil waktu Idul Fitri. Tidak beda sama sekali. Hahaha. Di kampung saya di Nganjuk, biasa setelah selesai acara di  keluarga, maka tim buser berangkat. Bahkan diantara kami juga berunding main strategi. Berbagi jumlah anggota serta arah sasaran.

Lokasi jauh diujung kampung kami tak gentar. Yang disebelah desa saja kami sasar. Apalagi mendengar disitu ada bangkai atau bagi-bagi uang. Semangat juang tim buser Kid, menyalak. Hahaha..

Buser Kid, sepertinya libur berburu. Maklum keadaan pandemi covid-19 sedang tidak menentu. Semoga saja cepat berlalu...

Itulah Idul Fitri Anti mainstream di hari ini. Saya akhiri dengan mengucap, Taqabalallahu minna waminkum, shiyaamana wa shiyaamakum taqabal yaa Kariim, untuk umat muslim, dan salam sejahtera bagi teman sahabat non muslim.

Selamat Hari Raya Idul Fitri kepada semua keluarga, sahabat & kawan semua. Semoga Allah Ta'ala menerima semua amal saleh kita dan mengampuni semua kekurangan kita. Semoga kita tergolong dalam golongan orang-orang yang kembali (bersih dari dosa & noda) dan orang-orang yang sukses.

Aamiin YRA.

alifis@corner

240520

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun