Berbeda dengan pulau Jawa, yang antar propinsinya bisa dilalui dengan transportasi darat, tentu memiliki aksesibilitas alternatif yang lebih beragam. Kesempatan curi-curi kesempatan dibalik larangan #JanganMudikDulu tetap terbuka.
Kalaupun, mudik diijinkan kami pun akan mempertimbangkan seribu kali. Mengapa?Â
Yang pertama, tentu aspek keselamatan dan kesehatan anggota keluarga yang melakukan perjalanan udara dan darat. Resiko terjadinya penularan sangat besar, karena kami harus berada di fasilitas publik seperti bandara El Tari, dalam pesawat, Bandara Juanda, perjalanan ke kampung halaman.
Yang kedua, Resiko kami sebagai carrier 'pembawa' tentu menjadi satu kekuatiran kami dan kecemasan dari keluarga besar di kampung. Bukannya berkumpul dalam suasana yang menyenangkan dan membahagiakan, tapi justru tidak nyaman dan penuh kewaspadaan.
Yang ketiga, tidak efektif dan salah target. Saat saya mendengar bahwa di kampung sudah disiapkan tempat isolasi bagi pemudik selama 14 hari di gedung sekolah SD tempat saya bersekolah di masa kecil, sama saja saya mudik hanya untuk tidur berteman nyamuk nakal. Apalagi ada 2 kota yang harus didatangi, yaitu Nganjuk dan Pasuruan. Jika ditotal berarti mengalami 2 karantina selama 28 hari. Hadeehh...
Akhirnya, semoga tagar #JanganMudikDulu mampu menggoyahkan niat mudik bagi perantau yang masih menyimpan hasrat. Karena pada akhirnya dirumah saja, itu pilihan yang paling rasional.
alifis@corner
210520
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H