Ketika semua pihak sudah merasa menjadi yang paling benar. Tutup mata telinga karena tidak sepaham. Kritik dimaknai hinaan. Menengahi dianggap berpihak. Menasehati dianggap tak menghormati. Oleh siapa, oleh semua pihak. Ibarat penyakit, partisipasi demokrasi masyarakat kita agak-agak kritis, kalau tak mau dibilang akut. Duh, Gusti...
Buzzer Disentil dengan Koar dan Tertawa Lebar
Saya terlalu melankolis kali. Toh berseteruan dan peperangan seru ini hanya terjadi di lini medsos. Yang lebih banyak disimak oleh kalangan menengah ke atas. Di dominasi kalangan muda. Kalau rakyat kecil mah, tak peduli. DI hantam wabah covid19 sudah membuat kehidupannya tercerai berai.
Justru ini yang jadi perhatian Gus Nadir. Kalangan muda yang kehilangan jati diri bisa menjadi potensi ambruknya sendi-sendi NKRI di masa depan. Dalam kemudahan dan kecepatan laju informasi, Gus Nadir menuding Buzzer menjadi salah satu 'biang kerok' ketidakdewasaan masyarakat berdemokrasi dalam medsos.
Buzzer yang awalnya memiliki tujuan positif, sekarang memiliki imej negatif. Disebutkannya dalam thread, buzzer ini terorganisir lewat WAG dan tele. Sesuai arahan kakak pembina dari kedua kubu. Ada buzzer bayaran dan buzzer ideologis. Ada yang mendompleng, ada yang ikut karena iming-iming giveaway dan undian. Ada yang polos sekedar ikut-ikutan, yang kesemuanya terangkai dalam harmonisasi dibawah tagar.
Sejenak saya merenung dan mengamati. Gus Nadir di konstelasi perang tagar ini, tidak terjebak dan kemudian pingsan di tenagh peperangan. Sebaliknya, saya justru berlogika, Gus Nadir menjebakkan diri di tengah laga, semakin bergelora dan berenergi saat diserang depan belakang, kanan dan kiri. Sepertinya gaya-gaya perang ala Rambo yang mamu membabat sekompi, dua kompi tentara menjadi gaya andalannya. Gus Nadir sedang menampakkan jiwa dan karakter MERDEKA, tidak terkooptasi kepentingan kanan dan kiri.
Cukup panjang thread Gus Nadir di twitland, ada 16 cuitan. Yang penasaran silahkan klik di link  Thread Reader ini . Gus Nadir dengan menggelegar dan rambut berkibar, berkoar. Tagar yang diorkestra itu tidak alami. Tidak sehat untuk alam demokrasi. Bukan cerminan suara netijen sesungguhnya. Trending topic menjadi rekayasa.  Ini bukan survei yang berbasis metodologi ketat. Ini permainan dan perang kuat-kuatan. Mesin perang dikerahkan, ada bot, duit, bahkan GA hadiah. Gawat.
Sambil menangkis serangan Gus Nadir tetap berkoar sekaligus tertawa lebar. Perlu ada suara "waras" mengingatkan efek negatif perang tagar ini.  Perang tagar pasca pilpres menurutnya sungguh menggelikan. Jika oposisi hendak mengkritisi, harusnya disampakan secara konstrukti. Walau Pemerintah kuat di parlemen dan menguasai roda pemerintahan, tetapi menembakkan isu lewat tagar, menurutnya  tidak efektif. Karena diskusi yg cerdas tidak bisa hadir dengan perang tagar.
Bagi yang merasa waras dan terbawa menggerakkan tagar bukan karena ikut-ikutan, diingatkan Gus Nadir untuk jangan polos-polos amat bermain medsos. Jempol dan pulsa terbuang sia-sia untuk berperang tanpa makna.  Generasi waras harus menghadirkan ddan mendorong diskusi di medsos yang  lebih cerdas & kritis. Suara publik harus terjaga kewarasannya dan tidak terkooptasi  oleh buzzer bayaran.
Gus Nadir kok dilawan. Beliau maestronya. Sejak 1996 sudah biasa debat di medsos. Lihat saja, sudah berapa bukunya yang best seller ditulis dari perspektif medsos. Kalau terpancing dan emosi gara-gara cuitan Gus Nadir yang menggelegar, sambil menyibak rambut panjangnya yang berkibar-kibar diselingi tawanya yang lebar, hati-hati. Jangan sampai, kelakuan anda  akan menjadi isi dari buku best seller Gus Nadir berikutnya. Nah loh ..