Mohon tunggu...
Irza Safitri
Irza Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - HALO

Selamat datang saya Irza mahasiswi Ilkom Universitas Muhammadiyah Riau

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Pancasila sebagai Dasar Negara

19 April 2021   12:18 Diperbarui: 19 April 2021   12:19 2396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pancasila sebagai dasar negara telah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia. Namun pada perwujudannya banyak sekali mengalami pasang surut, kita pun tahu bahwa pernah ada upaya untuk menggantikan ideologi Pancasila dengan yang lainnya. Pada masa orde lama, kondisi politik dan keamanan menjadi masa transisi dari masa penjajahan ke masa kemerdekaan.

   Pada masa ini masih terjadi pencarian bentuk penerapan Pancasila, yang terbagi menjadi 3 periode yakni,

 1) Periode 1945-1950, pada periode ini penerapan Pancasila sebagai dasar negara mengalami berbagai permasalahan hingga munculnya upaya-upaya pemberontakan yang tujuannya mengganti Pancasila dengan ideologi lainnya.

2) Periode 1950-1959, pada periode ini Pancasila tetap menjadi dasar negara namun penerapannya lebih diarahkan seperti ideologi liberal.

3) Periode 1956-1965, yang dikenal dengan demokrasi terpimpin yang mana kekuasaan berada ditangan Presiden pada waktu itu yaitu Soekarno. Pemberontakan yang terkenal pada periode ini adalah pemberontakan PKI pada tanggal 30 September. Meskipun berhasil digagalkan, bukan berarti ancaman terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri berakhir.

   Setelah masa transisi Indonesia mengalami era baru dalam pemerintahan yang dikenal dengan masa orde baru dengan kosep Demokrasi Pancasila. Masa orde baru memberikan secercah harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin dibawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis dibawah Presiden Soeharto.

    Presiden Soeharto menjadi tokoh utama di masa orde baru yang dipandang dan mendapat kepercayaan rakyat karena telah mengeluarkan bangsa Indonesia dari keterpurukan karena beliau mampu membubarkan PKI. Selain itu, beliau juga dapat menstabilkan keamanan di Indonesia pasca pemberontakan PKI dalam waktu singkat.

    Namun harapan rakyat tidak sepenuhnya terwujud, karena sebenarnya tidak ada perubahan yang terjadi dalam politik Indonesia. Dalam politik pemerintahan orde lama maupun orde baru, kekuasaan politik terpusat di Presiden (otoriter). Lembaga eksekutif memegang penuh kontrol lembaga lainnya. Dalam hal ini, pelaksanaan demokrasi Pancasila masih jauh dari harapan. Pelaksanaan nilai-nilai pancasila secara murni dan konsekuen yang menjadi visi, hanya dijadikan alat politik bagi penguasa.

   Kesadaran masyarakat Indonesia akan kediktatoran yang telah mengikat pada masa orde baru selama kurang lebih 32 tahun, membuat masyarakat menuntut adanya Reformasi. Peristiwa lengsernya Soeharto sebagai Presiden pada tanggal 21 Mei 1998 dan digantikan oleh Presiden B.J Habibie menandai bahwa era baru muncul yaitu reformasi.

Dosen Pengampu Ilham Hudi S.pd.M.pd

   Aspinall (2004) mengatakan bahwa Indonesia sedang mengalami saat yang demokratis. Inisiatif politik yang dipelopori Amien Rais mendorong reformasi terus bergulir. Kedudukan pemerintah sebagai jembatan aspirasi masyarakat mengharuskan Hebibie mengabulkan tuntutan masyarat melalui program-program reformasi. Mulai dari kebebasan pers, pemberian izin pada partai-partai baru, pembebasan tahanan politik, pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode 5 tahun dan desentralisasi kekuasaan daerah serta penjadwalan pemilu baru yang diselenggarakan pada Juni 1999.

Pada masa reformasi penerapan pancasila sebagai dasar negara terus mengalami berbagai tantangan. Memang, penerapan pancasila tidak lagi dihadapkan pada ancaman pemberontakan-pemberontakan yang ingin mengganti Ideologi Pancasila menjadi ideologi lain, akan tetapi lebih dihadapkan pada kondisi kehidupan masyarakat yang serba bebas. Di satu sisi kita tahu bahwa kebebasan dapat memicu kreatifitas, namun disisi lain dampak dari kebebasan itu pun dapat menimbulkan konflik antar masyarakat. Hal ini juga dapat menurunkan rasa persatuan dan kesatuan sesama bangsa Indonesia.

Dosen Pengampu Ilham Hudi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun