A. Pengantar
Tanggal 24 Maret 2020 menjadi hari bersejarah dalam perjalanan Ujian Nasional (UN). Presiden Joko Widodo membatalkan UN sebagai bagian dari upaya pencegahan penularan Covid-19. Keputusan ini diambil sebagai tindak lanjut dari berbagai saran dan usulan yang muncul, baik DPR, maupun elemen masyarakat lainnya, baik perorangan maupun organisasi kemasyarakatan.
Rencananya UN tahun 2020 adalah UN terakhir, karena Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 43 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional. Rencananya mulai tahun 2021, UN tidak ada lagi. Namun Allah berkata lain, penyebaran Covid-19 yang begitu cepat dan mengkhawatirkan mempercepat dihapuskannya UN.
Terlepas dari perdebatan akademik tentang UN yang masih berlangsung, secara de-facto, UN untuk jenjang SMP/MTs dan SMA/MA telah dibatalkan, kecuali untuk SMK yang telah selesai dilaksanakan. Kemudian secara de-jure Mendikbud telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19).Â
Tulisan ini tidak akan mendalami penyebab, proses, dan dampak pembatalan UN ini lebih jauh, namun akan menyoroti perubahan proses pembelajaran jenjang pendidikan dasar dan menengah yang sebelumnya mengutamakan tatap muka klasikal ke pembelajaran daring (dalam jaringan), sebagai dampak dari penyebaran wabah Covid-19.
B. Bencana dan Perubahan Sosial
- Konsep Bencana. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana mengkategorikan bencana menjadi tiga, yaitu bencana alam, non-alam, dan sosial. Bencana alam didefinisikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Selanjutnya bencana non-alam didefinisikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Sedangkan bencana sosial didefinisikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Mengacu kepada kategori bencana tersebut, maka wabah Covid-19 saat ini dapat dikategorikan ke dalam bencana non-alam.
- Perubahan Sosial. Selo Soemardjan (1991) mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang berpengaruh pada sistem sosialnya, mencakup nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku. Mengacu kepada definisi ini, perubahan pembelajaran dari tatap muka klasikal menjadi pembelajaran daring yang diakibatkan oleh wabah Covid-19 merupakan bagian dari perubahan sosial dalam dunia pembelajaran. Perubahan sosial disebabkan oleh banyak hal, baik internal maupun eksternal. Namun dari berbagai terminologi yang ada, bencana non-alam belum begitu populer dikaji sebagai salah satu penyebab munculnya perubahan sosial. Selama ini yang banyak dikaji salah satunya adalah bencana alam, padahal bencana non-alam pun dimungkinkan menjadi salah satu penyebab perubahan sosial. Dikaitkan dengan Covid-19, berbagai perubahan sosial muncul sebagai dampak dari wabah ini, seperti social distancing, phisical distancing, isolasi mandiri/karantina mandiri, dan karantina wilayah, lockdown, dan sebagainya. Walaupun ini bukanlah perubahan yang menetap, tetapi mewarnai perubahan sosial temporal dan insidental. Dunia pendidikan juga terimbas sangat signifikan, salah satunya adalah perubahan pembelajaran dari tatap muka klasikal ke pembelajaran dalam jaringan (daring).
C.Terpaksa/Dipaksa Daring
Pembelajaran daring telah berkembang semenjak beberapa tahun yang lalu. Â Guru-guru sudah mulai akrab dengan moda daring ketika program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) memperkenalkan moda daring. Kemudian berbagai program peningkatan kompetensi guru dan tenaga kepepndidikan telah menggunakan moda daring. Salah satu program teranyar adalah Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP) Berbasis Zonasi, atau lebih populer dengan istilah PKP Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang dikembangkan semenjak tahun 2018 yang lalu. Kendatipun demikian, untuk pembelajaran di sekolah, moda daring belum menjadi tuntutan.
Merebaknya Covid-19 yang mendasari keluarnya SE Mendikbud No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) menjadi titik anjak perkembangan moda daring dalam pembelajaran jenjang dasar dan menengah khususnya. Pembelajaran yang sebelumnya masih sepenuhnya menggunakan moda langsung atau tatap muka, terpaksa/dipaksa beralih ke moda daring.
Jika perubahan ini dikatakan revolusi moda pembelajaran, mungkin terlalu didramatisir, namun setidaknya perubahan ini bisa dikategorikan setengah revolusi, atau evolusi yang dipercepat. Sebuah perubahan membawa dampak dan konsekuensi. Adalah logis jika diawal perubahan ini terjadi sedikit keterkejutan budaya (culture schock), dalam artian terjadinya sedikit keterkejutan dan kegelisahan semua pelaku pembelajaran daring, baik pemangku kepentingan, guru, peserta didik, maupun orang tua peserta didik.
Pemangku kepentingan masih ragu, apakah moda daring akan efektif di tengah dinamika perbedaan kehidupan sosial budaya masyarakat. Guru belum sepenuhnya percaya diri, karena terpaksa/dipaksa tanpa persiapan yang matang sebelumnya, baik dari sudut kompetensi menggunakan teknologi informasi untuk pembelajaran, maupun penyiapan bahan pembelajaran dalam bentuk moda daring. Peserta didik mengeluh karena beban pembelajaran yang berat ditengah keterbatasan yang ada. Orang tua juga mengeluh melihat bertambahnya kebutuhan untuk menyiapkan telepon seluler yang mampu mengakses internet dengan beban biaya paket datanya, di tengah kehidupan perekonomian yang berat.
D. Daring Bermakna
Menarik untuk dicermati kreativitas guru dalam mengembangkan moda daring yang terpaksa/dipaksa ini. Bagi guru yang telah memiliki kompetensi dalam mengelola pembelajaran daring (e-learning), akan memberi ruang yang lebih luas untuk mengembangkan kompetensinya mengemas berbagai bentuk pembelajaran. Ada yang sudah membuka kelas daring berbasis website. Ada yang memanfaatkan fasilitas yang disediakan Kemdikbud, seperti Rumah Belajar, dan sebagainya. Bagi guru yang belum begitu familiar sebelumnya dengan pembelajaran daring, menggunakan aplikasi sederhana, seperti grup WhatsApp, atau yang lainnya. Dengan segala fenomenanya, semua guru sedang berupaya membelajarkan peserta didik menggunakan daring, dalam situasi yang sulit ini.
Namun satu hal yang sangat urgen untuk diperhatikan oleh semua pihak, terutama guru adalah kebermaknaan pembelajaran itu sendiri (meaningfull learning). Guru sangat gelisah akan hal ini. Mereka khawatir moda pembelajaran yang berubah draftis dikhawatirkan akan mengurangi makna dari pembelajaran itu. David Ausubel (1963) mengemukakan bahwa yang mempengaruhi kebermaknaan pembelajaran adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam bidang tertentu. Oleh karena itu Ausubel mengklasifikasikan belajar dalam dua dimensi, pertama menyangkut cara penyajian materi yang dapat diterima oleh peserta didik, dan kedua berkaitan dengan cara peserta didik mengaitkan materi pemebalaran dengan struktur kognitif yang telah ada.
Dikaitkan dengan situasi moda daring yang terpaksa/dipaksa ini, guru dituntut untuk memenuhi klasifikasi pembelajaran menurut Ausubel tersebut. Guru dituntut mengemas pembelajaran moda daring yang menarik dan menyenangkan bagi peserta didik, sesuai karakteristik dan jenjang perkembangan mereka. Guru harus menyesuaikan dengan gaya belajar generasi millenial yang jauh berbeda dengan generasi guru itu sendiri. Ketergantungan generasi millenial akan teknologi menjadi tantangan sekaligus peluang bagi guru untuk mengemas berbagai model dan teknik pembelajaran. Berkaitan dengan materi pembelajaran yang bermakna, guru dituntut untuk mengaitkan fenomena kontekstual dengan konsep-konsep keilmuan.
E. Penutup
Ada hikmah dibalik setiap peristiwa. Terpaksa/dipaksa, Covid-19 telah merubah wajah pembelajaran dunia pendidikan Indonesia. Tugas guru adalah melahirkan pembelajaran yang bermakna ditengah kesulitasn dan perubahan. Semoga .. Aamiin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI