Tugas 1.2. a.8. Koneksi Antar Materi Modul 1.2. Â Nilai dan Peran Guru Penggerak
Oleh : IRWAS CGP Angkatan ke-5 Kabupaten Gowa - Sulawesi Selatan
Pembelajaran melalui sektor learning management system di Aplikasi SIMPKB lewat akun peserta masing-masing. Selanjutnya mempelajari Modul 1.2 Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak. Setelah mendonwload Bahan Pembelajaran Modul 1.2 dengan Dokumen Model Kompetensi Kepemimpinan Sekolah Hasil Uji Publik. Materinya berisi empat kategori, yaitu Kategori mengembangkan diri dan orang lain, Kategori memimpin pembelajaran, Kategori memimpin manajemen sekolah, dan Kategori memimpin pengembangan sekolah. Alur aktivitas pembelajaran untuk modul 1.2 masih mengikuti siklus MERRDEKA, yang diawali dengan Mulai dari Diri, lalu dilanjutkan dengan Eksplorasi Konsep; Ruang Kolaborasi; Refleksi Terbimbing; Demonstrasi Kontekstual; Elaborasi Pemahaman; Koneksi Antarmateri; dan ditutup dengan Aksi Nyata.
Sebelum kehadiran Pengajar Praktik ibu Nurhaydah, S. Pd. pada pendampingan individu, yang berlangsung selama dua hari di SMP Negeri 2 Bajeng Barat, yang mempunyai empat orang Calon Guru Penggerak termasuk saya. Sudah saya kisahkan pada Jurnal Refleksi Dwimingguan yang lalu. Selanjutnya mengikuti Lokakarya 1 Pendidikan dan Latihan Program Pendidikan Calon Guru Penggerak angkatan ke-5 Kabupaten Gowa di SMP Negeri 1 Sungguminasa, pada tanggal 11 Juni 2022.
Penerapan pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas VII A yang saya ampu, telah menguji coba ilmu yang saya dapatkan pada Diklat PPG CPG. Ternyata luar biasa, dulunya saya bermodalkan ceramah monoton. Ternyata nilai dan peran seorang guru penggerak sangat bermanfaat dan mempengaruhi proses pembelajaran di kelas. Nilai-nilai itu terdiri dari; mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Sedangkan peran guru penggerak adalah Bertindak sebagai pemimpin pembelajaran, Bertindak sebagai Coach dengan guru lain, Mendorong kolaborasi dengan yang lain, Menggerakkan komunitas praktisi, dan Mewujudkan kepemimpinan siswa.
Saya lalu berupaya dan berinisiatif sendiri membagi kelompok, setiap kelompok 5-6 peserta. Terlebih dahulu saya memulai outbound, permainan tradisional seperti asin-asin, dende, dan ice breaking. Permainan inilah yang menarik siswa-siswi. Inovasi-inovasi baru yang saya terapkan dalam pembelajaran membuat siswa mulai proaktif, minta diberi tugas, minta ditanya, dan minta menjawab. Â Dulunya siswa tidak aktif, tidak bisa mengungkapkan pikirannya, tenang saja di tempat duduknya. Kalaupun ia aktif, maka malah ia sering keluar masuk tanpa tujuan.Â
Peran guru sebagai pemimpin pembelajaran dan mewujudkan kepemimpinan siswa, betul-betul menyenangkan dan mengaktifkan sehingga membuat siswa berteriak tambah lagi pak, teruskan, kapan bapak masuk lagi? Hal baik yang saya peroleh dalam pembelajaran ini, peserta didik semakin gembira dan senangnya mulai mengapresiasikan kemampuan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Perasaan siswa-siswi turut membuat saya merasa gembira, senang dan bersemangat. Akhirnya tak terasa waktu keburu habis untuk mapel saya. Kendala waktu yang sedikit karena masih dalam pembelajaran terbatas. Semoga waktu pembelajaran ke depannya bisa normal kembali.
Anggapan saya sungguh keliru terhadap anak didik saya. Saya beranggapan bahwa anak-anak dalam usia SMP sekitar 12-14 tahun, perlu pengisian terhadap materi pelajaran, penanaman iman dan akhlak yang bersifat indotrinisasi, ceramah sepihak. Anak-anak duduk manis, melipat tangan tak boleh ‘bergerak’, tak boleh pindah-pindah, ia harus mendengarkan ceramah dari Pak ustadz/guru agamanya. Tetapi pemikiran, sikap, dan perasaan saya mulai terbuka, setelah saya memperoleh pelajaran selama dua tiga pekan pada diklat program pendidikan guru penggerak. Anak-anak tidak dianggap lagi ‘kertas kosong’ yang dalam teori tabula rasa perlu diisi dan diberi goresan dari orang tua, guru, atau orang dewasa.Â