Proses yang panjang dan memerlukan analisa yang tinggi dalam membuat Undang-Undang persampahan hingga disahkannya undang-undang tersebut untuk menjadi acuan dasar dalam pelaksanaan urusan persampahan secara sistematis dan berkesinambungan, memberikan rasa yang berkeadilan bagi masyarakat, dunia usaha dan lingkungan.
Nmaun dalam perjalanannya undang-undang berikut turunannya tidak membuat masalah persampahan menjadi lebih baik, malah semakin kacau dan justru menjauh dari regulasi, bahkan yang sangat kronis dan memprihatinkan adalah penanganan yang asal jadi asal terlaksana tanpa memikirkan efek jangka panjang, baik untuk hulu dan hilir. Itu semua terjadi bukan kesalahan isi dalam regulasi tetapi diduga karena human error.Â
Contoh itu semua dapat kita lihat di TPA yang masih banyaknya sampah gelondongan tanpa terpilah sesuai jenisnya dan banyaknya imbauan pilah atau kurangi sampah dari rumah. Tetapi faktanya sampah dicampur kembali saat pengangkutan.
Lebih miris lagi terkait TPS atau TPS3R yang tidak sesuai peruntukannya. Ditambah adanya mesin yang tidak beroperasi, namanya TPS atau TPS3R tetapi faktanya yang ada sampah gelondongan (Baca permen PU no 3) tanpa dilakukan pemilahan sebelumnya.
Orientasi Proyek Bukan Program
Penanganan yang keliru itu hanyalah salah satu contoh yang diduga hanya orientasi proyek pengadaan mesin (sarana) dan bangunan (prasarana) dengan berpikir bila mesin bagus akan menyelesaikan masalah. Tetapi faktanya tidak demikian. Justru sampah makin menumpuk berserakan tak terkendali, dan bukankah itu sama saja membuat TPA?
Memang sudah sering dilakukan berorientasi teknologi dan sering mangkrak juga tetapi yang mengherankan masih ada followersnya padahal sudah jelas akan gagal.
Keliru Menangani Sampah
Banyak pihak di persampahan yang berpikir bila sarana dan prasarana pengelolaan sampah itu canggih dan besar maka akan mengatasi masalah sampah. Padahal tidak, itu semua hanya menunda saja, bukan win-win solution yang pada akhirnya akan bermasalah juga.
Sebab, tidak dilibatkannya masyarakat sebagai pemilik dan tidak jelasnya kordinator, katalisator, regulator lembaga ekonomi, lembaga sosial, dana CSR, dana hibah dan lain-lain yang cenderung berjalan sendiri-sendiri kerap menjadi akar persoalan.
Pasuruan_Sabtu 11 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H