Kehadiran Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf Indonesia (MPTT-I) di Aceh bukanlah sebuah hal yang baru. Majelis yang didirikan dan diasuh oleh Abuya Syekh H. Amran Waly al-Khalidi itu kini sudah berusia 20 tahun lebih. Tidak hanya di Aceh, di berbagai pelosok nusantara, MPTT-I sudah mempunyai sejumlah cabang mulai dari tingkat kabupaten/kota, kecamatan, juga desa.Â
Jemaahnya pun telah mencapai puluhan ribu, baik yang ada di Provinsi Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, bahkan di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan lainnya.
Dalam perkembangannya, MPTT-I mendapatkan beragam respons dari berbagai pihak dan lapisan masyarakat. Banyak yang mendukung, tetapi tak sedikit pula yang menolak.
Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Direktorat Penerangan Agama Islam, Ditjen Bimas Islam, dalam surat bernomor B.163/Dt.III.III/HM.00/05/2021 tanggal 10 Mei 2021 menyatakan mendukung penuh ajaran yang dibawa oleh Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf Indonesia (MPTT-I) Abuya Syekh H. Amran Waly al-Khalidi dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada Abuya.
 Setahun sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh melalui tausiah MPU Aceh nomor 7 tahun 2020 justru meminta kepada Pemerintah Aceh agar menghentikan semua kegiatan MPTT-I di Aceh. Apa sebab?
Disebutkan dalam tausiah tersebut bahwa kegiatan pengkajian tauhid tasawuf telah menimbulkan keresahan dan kericuhan di tengah-tengah masyarakat.
Tausiah itu pun kemudian menjadi bola liar. Banyak kalangan dan masyarakat awam yang menjadikan tausiah itu sebagai klaim bahwa MPTT-I dan ajaran yang dibawa oleh Abuya Amran Waly sesat! Surat rekomendasi untuk MPTT-I dari Kemenag RI di tahun berikutnya juga tak lantas membuat MPU Aceh mencabut kembali tausiahnya.
Lalu, apakah ajaran MPTT-I sesat?
Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. K.H. Ali M. Abdillah, M.A., beberapa kali datang ke Aceh dan menghadiri kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh MPTT-I untuk mengkaji dan meneliti rumor yang telanjur tersebar.Â