Berawal dari konsumen Ardiansyah membeli sebuah tanah dan bangunan yang mempunyai sebuah sertifikat girik/ Letter C, sehingga setelah sepakat membeli dengan tata cara PPJB Antara penjual dan pembeli, hingga pengurusan dan keluarnya sebuah sebuah tanah dan bangunan sertifikat HGB atas nama Ardiansyah
Kemudian hari yang tidak diketahui bahwasannya tanah dan bangunan tersebut sudah ditempatin dan digunakan bertahun-tahun, akan tetapi ada orang yang bernama nina merasa mempunyai hak katas tanah dan bangunan juga dengan obyek yang sama yang di punyai HGB ( Ardiansyah ), akhirnya Nina lewat kuasa hukumnya memberikan somasi terhadap Ardiansyah
Lalu bagaimanakah sikap kita terhadap klien / ( Ardiansyah )..??
Jika kita diberikan sebuah somasi /peringatan dengan orang lain, kita mempunyai hak untuk menawab ataupun tidak menjawab atas somasi tersebut. Namun jika dirasa kita mempunyai hak penuh / bukti yang kuat atas tanah dan bangunan itu kita jawab dengan sederhana dan simple dimana kita berikan sebuah jawaban sedikit mengenai asal usul dan bukti kepemilikan / hak terhadap tanah itu sendiri
Hanya saja disatu sisi, ketika kita menjawab sebuah somasi itu, ada sebuah informasi tersendiri bagi pihak lawab atas kepemilikan atau hak bukti atas tanah itu,.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ("PP Pendaftaran Tanah"), Pasal 4 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah:
"Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah".
Berdasarkan salah satu ketentuan tersebut diatas mengatakan bahwa HGB juga merupakan bukti hak atas tanah dan bangunan, sehingga seseorang yang mempunyai HGB atas obyek tanah dan bangunan dapat dikatan mempunyai ha katas tanah dan bangunan.
Jika adanya sebuah perselisihan terhadap tanah dan bangunan, sebelum adanya sebuah gugatan atau permasalahan muncul dapat dilakukan sebuah mediasi ataupun penyelesaian secara musyarawarah, diantara para pihak membicarakan terkait asal usul tanah, serta mencari jalan keluarnya sehingga dengan cara inilah dapat di selesaiakan tanpa harus melewati sebuah pengadilan
Langkah yang kedua jika keduanya masih belum ketemu permasalahan maka, salah satu pihak harus mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional, dengan cara ini dapat ditempuh supaya mengetahui keabsahan terhadap tanah, bahkan nantinya pihak BPN akan menelisik terhadap tanah dan bangunan tersebut berdasarkan bukti yang ada serta dilakukan pengecekan terhadap obyek yang dipermasalahkan
Para pihak dengan cara tersebut jika tidak adanya sebuah titik temu/ jalan keluar terhadap permasalahan yang di hadapi maka jalan terakhir persengketaan atas tanah dan bangunan dapat diajukannya sebuah gugatan ke Pengadilan atas penguasaan hak tanah dan bangunan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H