Mohon tunggu...
Irwan Syach
Irwan Syach Mohon Tunggu... -

experience is the best teacher

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Apa dengan Suu Kyi

1 September 2017   01:47 Diperbarui: 1 September 2017   06:08 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Reaksi Aung San Suu kyi yang seakan senyap terhadap laporan PBB tentang pelecehan terhadap Rohingya adalah citra buruk untuk dirinya. Inilah pandangan mengapa demokrasi Myanmar yang baru lahir terlihat gagal dalam masyarakat.

Ketika Aung san Suu Kyi di tegur oleh laporan kilat PBB di Rakhine utara, nampaknya dia mendadak senyap. Peraih Nobel perdamaian itu sengaja diam ketika pemimpin de facto pemerintah sipil Myanmar terus menindas warganaya sendiri di Rohingya. Bahkan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al Hussein berkata bahwa "Semua Tragedi pembantaian ini sengaja digerakan"

Laporan tersebut diantaranya  berisi data dokumentasi bayi yang luka dengan celah di tenggorokan, pemerkosaan massal, penyiksaan, dan desa-desa yang diratakan dengan tanah. Ini melukiskan gambaran demokrasi yang suram terhadap populasi minoritas muslim di Rohingya yang menurut PBB merupakan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Laporan yang di keluarkan pada tanggal 30 September oleh UN OHCHR, mengatakan ratusan orang telah terbunuh.

Namun Suu Kyi menjawab kritikan internasional atas kesunyiannya terhadap situasi tersebut karena warga Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan. Alih-alih dengan tidak mengungkapkan keprihatinan atas tuduhan yang sangat serius, ia malah membantah semua pelanggaran yang dituduhkan itu karena "operasi pembersihan" militer dilakukan karena menyusul serangan terhadap pos polisi perbatasan pada 9 Oktober menyebabkan sembilan orang tewas yang diduga telah dilakukan oleh kelompok pemberontak Harakah Al Yakin dari Rohingya.

Sebuah penyelidikan oleh pemerinyah Myanmar oleh politisi yang memiliki hubungan militer kenetralitasannya pun dipertanyakan. Ia berkata "Operasi pembersihan akan dinyatakan berakhir jika ditemukan bukti nyata pelanggarannya ditemukan"

lagi-lagi pemegang Nobel perdamaian itu pun kembali gagal ketika berbicara sebagai pemimpin nasional ketika tidak bisa menjawab pertanyaan atas komitmennya terhadap Hak Asasi Manusia atas tindakan represif militernya.

Dalam memoar penghargaanya di Land of Green Ghosts, Pascal KhooThwe, minoritas Kayan Padaung mengingatkan ucapan terkenal SuuKyi ketika pemberontakan 1988 dia menyatakan "sebagai anak dari ayahnya, dia tidak akan bisa diam terhadap apa yang sedang terjadi apa yang dilakukan oleh kesewenangan militer". Bahkan saat itu ia melihat bahwa etnis minoritas "Pemberontak" katanya, akan membawa demokrasi yang sebenarnya pada Myanmar.

Bahkan dalam tulisannya Suu Kyi berkata "Di atas semua itu, Kami melihat ada sebagian rakyat, berani mengekspresikan semua aspirasi kami tanpa takut mengahdapi rezim dan laras senapan, mereka maju dengan berani dan lantang tanpa sedikitpun rasa takut, sehingga akhirnya kami berhasil mengganti pemimpin kami, dengan seseorang yang bisa kami percaya secara implisit untuk memulihkan kebebasan yang hilang dari Burma"

Kenapa sekarang kepercayaan pemerintah kepada kami mulai tidak berdasar?

Saat itu partai Liga Nasional untuk demokrasi Suu Kyi meraih kemenangan pemilihan pada bulan November 2015, dan digembar-gemborkan sebagai awal masa demokrasi di Myanmar setelah berpuluh-puluh tahun diperintah oleh militer. oposisi akhirnya mengambil alih kekuasaan pada bulan april 2016, walau begitu militer masih mengusai 25% kursi parlemen dan mengontrol atas perubahan konstitusional dan masih menempati kementrian utama. Ketika itu saat optimisme besar bagi mereka yang telah menjadi korban para jenderal.

Namun bagaimanapun,Suu Kyi adalah sosok wanita, yang dalam tulisannya tahun 1989 "In Quest For Democracy" telah berjuang. "Tidak bisa disangkal, lebih mudah untuk mengabaikan kesulitan orang-orang yang terlalu lemah dan menuntut hak mereka, daripada menanggapi secara sensitif kebutuhan mereka. yang penting adalah tanggung jawab, berani bertindak sesuai dengan doktrin bahwa penguasa adalah kekuatan orang tak berdaya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun