Mohon tunggu...
Irwan Safwadi
Irwan Safwadi Mohon Tunggu... Dosen - lahir di Bireuen, Aceh, dan mengabdi saat ini sebagai dosen, di Universitas Abulyatama, Aceh Besar, Aceh

Menamatkan S1 dan S2 Ekonomi Pembangunan, di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dilema Perencanaan Daerah dan Harapan Rencana Pembangunan Aceh

5 Maret 2022   08:26 Diperbarui: 5 Maret 2022   08:28 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkiraan 2 (dua) tahun pelaksanaan awal RPD (sebelum pemilukada 2024) yang bukan penjabaran dari program prioritas KDh, dipastikan program-program pembangunan yang dilaksanakan lebih memenuhi amanat/instruksi MDN. Kemungkinan besar arahan pembangunan lebih bersifat memenuhi kebutuhan layanan wajib sesuai tanggung jawab dan tupoksi SKPK, disamping memenuhi arahan prioritas pembangunan nasional. Kecil kemungkinan membuat program-program pembangunan maha karya yang bernilai tambah tinggi, menyerap tenaga kerja lebih banyak, dan berkesinambungan mendorong ekonomi antarwilayah. Kondisi ini pun sangat beralasan mengingat campur tangan dari KDh yang kian luntur di masa akhir jabatan. Intinya, tidak ada yang bisa menjamin bahwa prioritas pembangunan yang sebelumnya berpihak pada kepentingan masyarakat dapat terlaksana. Dalam konteks ini, Pj KDh yang tunjuk pun hanya berfungsi melaksanakan arahan kebijakan dan pembangunan sesuai dokumen RPD 2023-2026.     

Perencanaan yang terburu-buru acapkali membuat dokumen perencanaan tidak berkualitas. Padahal, perencanaan di Tanah Air masih dihadapkan permasalahan yang serius. Misalnya, temuan dari Knowledge Sector Initiative (KSI) tahun 2018, mengisyaratkan diskoneksi perencanaan dan penganggaran, disamping juga masalah lainnya mencakup tidak sinerginya perencanaan pembangunan di tingkat pusat dan daerah, tidak selarasnya jadwal atau waktu perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah, dan minimnya bukti dipakai sebagai dasar persetujuan program dan anggaran. Menyikapi kondisi tersebut, peran aparat pengawas internal pemerintah (disingkat APIP) baik provinsi maupun kabupaten/kota dinilai sangat penting. APIP harus objektif, jujur, dan profesional serta jauh dari kepentingan sendiri/orang lain untuk melakukan Reviu RPD 2023-2026. Karena dokumen RPD disusun terburu-buru, Reviu terhadap RPD patut dilakukan secara intensif dan penuh kehatian-hatian. Tidak hanya menyangkut kepentingan administrasi dalam penyusunan, sistematika penulisan, dan konsistensi antardokumen (RPJPD, RTRW, dan RPJM Nasional), namun yang lebih penting adalah penetapan strategi dan arahan kebijakan, termasuk program-program pembangunan yang termaktub dalam RPD dipastikan lebih berpihak pada masyarakat.       

 

Harapan pada RPA  

Pemerintah Aceh sudah menggelar Forum Konsultasi Publik penyusunan RPA 2023-2026 yang dihadiri  berbagai pemangku kepentingan yang meliputi : unsur Pemerintah, Legislatif, Akademisi, Tokoh Mayarakat, Swasta, LSM, dan Komunitas Pembangunan Lainnya. Minggu pertama di bulan Maret 2022, paling lambat RPA 2023-2026 harus disahkan sesuai Instruksi MDN. Mengingat RPA adalah dokumen publik untuk keberlanjutan pembangunan Aceh, tentunya diharapkan dapat mengatasi sekelumit masalah yang masih mendera masyarakat Aceh. Saat ini di Aceh terdapat paling kurang 850,26 ribu orang warga miskin (September 2021), bertambah 16 ribu orang dari Maret 2021 (834,24 ribu orang). Selain itu, terdapat paling kurang 158,8 ribu orang yang tidak memiliki pekerjaan yang tersebar relatif merata di kabupaten/kota (BPS, 2021). Secara spesifik, dari total warga miskin tersebut, terdapat 47,11 persen dinyatakan tidak bekerja. Lebih lanjut, sekitar 33,75 persen warga miskin bekerja di sektor informal yang rentan juga kehilangan pekerjaannya dan hanya  60,51 persen warga miskin memiliki air minum yang layak (BPS, 2020). Suatu permasalahan multidimensi yang terjadi pada masyarakat kurang beruntung di Aceh.

Belum lagi, masalah makro lainnya, seperti rendahnya pertumbuhan ekonomi, keberadaan Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lhokseumawe yang belum sepenuhnya berfungsi optimal mendorong ekonomi masyarakat, pandemi Covid, banjir tahunan yang mendera wilayah utara-timur, tata kelola Otsus yang salah (temuan KPPOD), dan masalah lainnya.   

Tentunya mereka berharap ada secercah harapan yang lebih baik dari sebuah proses perencanaan pembangunan yang berpihak pada mereka. RPA diharap mampu menampung program-program pembangunan yang berpihak pada mereka. Intinya, program pembangunan yang termaktub dalam RPA 2023-2026 yang seterusnya dijabarkan secara spesifik dalam APBA benar-benar mendapat  tetesan manfaat bagi mereka. Tak dimungkiri, fungsi pengeluaran  pemerintah Aceh (government expenditure) bagi masyarakat miskin sangat bernilai. Demikian juga halnya bagi mereka yang tergolong pengangguran, yang berharap adanya peluang kerja dari setiap implimentasi kebijakan Pemerintah Aceh. Disaat pandemi Covid belum sepenuhnya berakhir, dapat dikatakan pengeluaran  pemerintah adalah stimulus dan pendorong utama aktivitas ekonomi masyarakat. Karena itu, dokumen RPA yang berkualitas, sudah sepatutnya diiringi dengan pengesahan APBA sesuai waktunya, pendayagunaan APBA yang efektif dan efisien untuk kemaslahatan masyarakat Aceh, semakin kecilnya silpa, serta minimnya temuan dari setiap implimentasi pembangunan Aceh. Dalam konteks wilayah, diharap juga memperhatikan keseimbangan, keadilan, dan pemerataan prioritas program pembangunan antarwilayah yang dimuat dalam RPD Aceh. Semoga RPA 2023-2026 bukan sekadar mengisi kekosongan dokumen perencanaan di masa Pj.KDh.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun