Kemanapun kita pergi kita tidak akan pernah luput dari kerumunan para perokok di negeri ini. Bahkan yang lebih ironisnya lagi sudah begitu banyak anak-anak yang sejatinya generasi penerus terlibat sebagai prokok aktif. Fakta ini terjadi seiring dengan usaha mengurangi dampak rokok bagi kesehatan, mulai dari larangan merokok ditempat umum, sampai kepada Fatwa MUI tentang haramnya rokok. Namun usaha ini tidak sedikitpun menciutkan jumlah perokok di negeri ini, bahkan quantitasnya terus bertambah dari waktu ke waktu. Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok terbesar ketiga di dunia setelah China dan India dengan 65 juta perokok 28% per penduduk=225 Miliar batang pertahun (nusantaranews.wordpress.com).
Kemudian perlu dicatat bahwa selama 2000-2003, produksi rokok Indonesia menurun dari 213 miliar batang (2000) menjadi 173 miliar batang (2003) atau turun 18.7%. Namun, sejak 2004 hingga 2008 pertumbuhan rokok Indonesia sangat besar dari 194 miliar [2004] menjadi 230 miliar batang [2008] atau naik 18.6% selama kurun 5 tahun.
Abdillah Ahsan, peneliti di Lembaga Demografi FE-UI mengatakan bahwa merokok bagi masyarakat ekonomi lemah merupakan masalah yang cukup serius bagi kesehatan, kultur dan biaya pendidikan. Betapa tidak untuk membiayai 225 Miliar batang dibutuhkan biaya sebesar Rp. 100 triliun, belum lagi jumlah penderita kanker dan sebagainya yang bermuara dari kebiasaan merokok.
Menurut Dr. Ibrahim (2010), merokok bukanlah suatu kegiatan yang dinikmati oleh organ fisik sebagaimana makan dan minum yang langsung dirasakan oleh lidah, namun kenikmatan merokok terletak pada pikiran perokok itu sendiri. Kebiasaan merokok terbentuk oleh kegiatan yang sama dan dilakukan berulang-ulang yang biasanya diawali dengan rasa ingin tahu (coba-coba), kebiasaan inilah yang kemudian diikat oleh perasaan dan terbentuklah file-file khusus tentang kebiasaan itu. setiap kali perilaku itu diulang maka semakin kuat terekam dan tersimpan di akal bawah sadar. Dengan demikian para perokok mengalami gangguan seperti tidak nyaman, tempramen, jika tidak menghisap rokok walaupun pada dasarnya mereka tahu akibat negatif dari merokok itu sendiri.
Lembaga kesehatan di seluruh dunia telah mengingatkan tentang bahaya merokok seperti: penyebab berbagai macam kanker, pembekuan, hilang ingatan, gagal ginjal, dan lemah syahwat. Dampak ini sebenarnya tidak hanya akan dirasakan oleh para perokok aktif akan tetapi yang lebih berbahaya lagi dirasakan oleh para perokok pasif, yakni orang yang berada disekililing perokoktif dan mayoritas adalah orang yang dicintainya seperti anak dan istrinya, kolega dan temannya yang secara perlahan ia "bunuh" dengan kebiasaannya sebagai perokok.
Namun juga banyak orang yang telah mencoba lari dari kebiasaan buruk ini, tetapi gagal. Mereka sudah berusaha sekuat tenaga untuk berhenti merokok, namun biasanya tidak banyak dari mereka yang berhasil berhenti secara permanen. Sebagian besar akan kembali kepada kebiasaannya tersebut. Kenapa demikian? jawabnya adalah karena kebiasaan itu telah tersimpan kuat di akal bawah sadarnya bahwa merokok dapat memberikan ketenangan dari setiap masalah, merokok dapat membuat jati dirinya naik, merokok dapat adalah satu-satunya tempat aman untuk melarikan diri dari permasalahan yang tengah dihadapinya. Dr. Ibrahim menjelaskan bahwa kebiasaan itu terbentuk melalui enam tahapan; 1) Berfikir, pada tahap ini orang memikirkan sesuatu, memberi perhatian, dan berkonsentrasi padanya. 2) Perekaman, apa yang dipikirkan dengan perhatian dan konsentrasi akan terekam. 3) Pengulangan, pada tahap ini biasanya orang memutuskan untuk mengulang kebiasaan yang sama. 4) Penyimpanan, karena perekaman dilakukan berkali-kali maka pikiran menajdi semakin kuat. 5) Pengulangan kembali, pada tahap ini disadari atau tidak orang mengulang kembali perilaku yang telah tersimpan kuat di akal bawah sadarnya, dan biasanya terjadi diluar kemamuannya (desakan/kecanduan). dan 6) Kebiasaan, karena pengulangan yang berkelanjutan dengan tahapan-tahapan diatas, akal manusia meyakini bahwa kebiasaan ini merupakan bagian terpenting dari perilakunya. Maka ia memperlakukannya seperti bernapas, makan, minum atau kebiasaan lain yang mengakar kuat. Jika sudah demikian adanya maka kita akan mendengar berbagai alasan seseorang tentang tidak bisa menghentikan ketergantungannya dari rokok.
Lalu bagaimana bisa berhenti merokok?
Kebiasaan yang telah tersimpan kuat tersebut (merokok) di akal bawah sadar tidak dapat diubah hanya dengan berpikir untuk mengubah (berpikir untuk berhenti merokok), kemauan keras, atau sesuatu yang berasal dari dunia luar (permen, pil). Caranya adalah dengan membentuk makna yang berada dalam pikiran dasar dengan membentuk program baru untuk dirinya dan mengulang program itu sebagaimana tahapan yang diutarakan di atas.
Ketika ingin berhenti merokok, pertama ia harus tahu alasan ia merokok? kapan keinginan merokok timbul dalam dirinya? Dimana saja ia ingin merokok? Siapa saja dan keadaan apa saja yang mengingatkannya pada rokok? dan lain-lain. Setelah itu ia harus memosisikan kebiasaan merokok secara objektif, bahwa merokok adalah kebiasaan buruk yang diciptakan manusia untuk menghancurkan dirinya sendiri. Hubungkan rokok dengan penyakit atau dampak buruknya terhadap orang yang ada disekiling anda, dan yang terpenting bahwa ia berpkir akan berada pada posisi yang paling sulit, tapi ia tidak merokok. Ia akan terus memprogram dirinya tanpa harus melakukan perlawanan terhadap hasrat merokok. Jika hasrat merokok muncul, ia akan tetap merokok, tetapi dengan penuh kesadaran hingga ia tahu persis dan ingat persisi pada akibat dari ketetapannya itu.
Ketika memutuskan untuk merokok, maka rasakanlah asap rokok mulai masuk kemulut, rongga leher, dada, lalu menyebar dan menyebabkan berbagai penyakit. Kemudian pikirkan juga bahwa merokok itu haram karena menyebabkan kerusakan pada jiwa dan raga.
Dengan cara ini akan terhubung dampak buruk merokok dengan pikiran utama, selanjutnya terjadi perekaman, pengulangan, penyimpanan, pengulangan lagi dan pada akhirnya muncul kebiasaan baru (tidak merokok). Dengan demikian kebiasaan lama tidak sendirian. jika kebiasaan lama itu datang maka kebiasaan baru hadir unruk mengimbanginya dan tidak melawannya agar kebiasaan lama tidak semakin kuat. Namun perlakukan dengan cara-cara yang sama untuk memerkuat kebiasaan baru yang pada akhirnya mampu menggantikan kebiasaan lama. Semoga**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H