barbershop maupun yang berlabel tukang pangkas alias tukang cukur tradisional.
Saya termasuk orang yang tidak setia dalam berhubungan dengan pemangkas rambut, baik itu yang namanyaSaya sering gonta-ganti tempat pangkas rambut, tapi semuanya masih di bilangan Tebet, Jakarta Selatan yang relatif dekat dari kediaman saya.
Tapi, bukan saya membeda-bedakan kalau saya tidak mau bercukur rambut di "angin berhembus". Maksudnya tukang cukur yang melayani pelanggannya di alam terbuka, biasanya di bawah pohon rindang.
Bukan karena malu bercukur di angin berhembus, tapi semata-mata karena saya khawatir dengan polusi udara Jakarta.
Dulu, waktu saya masih kecil di Payakumbuh (Sumbar), saya beberapa kali pangkas rambut dengan tukang pangkas keliling yang langganan kakek saya.Â
Ketika itu saya setengah dipaksa oleh kakek untuk pangkas rambut. Padahal, karena waktu itu melihat orang dewasa laki-laki banyak yang gondrong (lagi mode), saya juga ingin memanjangkan rambut.
Ketidaksetiaan saya dalam memilih tempat pangkas rambut sepertinya sudah berakhir karena sejak 5 bulan terakhir ini (artinya telah 5 kali pangkas rambut karena saya setiap bulan butuh potong rambut) saya mulai konsisten di satu tempat.
Tempat tersebut meskipun disebut sebagai pangkas rambut biasa (bukan barbershop), tapi pakai pendingin udara. Paling tidak, saya tidak keringatan.
Namun, bukan gara-gara pendingin udara saya jadi pelanggan tetapnya. Alasan utama saya adalah tukang pangkasnya mampu memangkas rambut dengan model yang saya inginkan.
Di tempat lain, termasuk di barbershop sekali pun, jarang saya menemukan pemangkas yang paham dengan rambut saya yang agak aneh.
Keanehannya adalah di bagian kanan rambut saya akan berdiri kalau pendek, dan akan berantakan kalau panjang. Jadi, takarannya harus betul-betul pas.Â