Presidential threshold dihapus menjadi kado tahun baru bagi para pegiat demokrasi. Bayangkan, telah 35 gugatan dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), baru dikabulkan oleh MK pada gugatan yang ke-36.
MK dalam putusannya menyatakan, Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945.Â
Putusan MK nomor 62/PUU-XXII/2024 tersebut menjadi pertanda norma pasal yang membatasi pencalonan presiden ini dihapus sejak putusan dibacakan di ruang sidang MK, pada Kamis (2/1/2025).Â
Aktivis pemilu sekaligus pengajar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengatakan, putusan tersebut telah lama ditunggu-tunggunya beserta koleganya sesama pegiat demokrasi.Â
"Ini kemenangan rakyat Indonesia, 36 permohonan menandakan bahwa ambang batas pencalonan presiden memang bermasalah, bertentangan dengan moralitas politik kita," kata Titi.
Dengan putusan ini, Titi berharap semua partai politik segera berbenah dan menyiapkan kader terbaiknya menjadi calon presiden dan calon wakil presiden pada pilpres 2029 mendatang.
Namun, bagi pengamat yang skeptis terhadap partai politik, anggapan bahwa akan muncul kader terbaik, bisa ditafsirkan sebagai kader yang tajir atau kader yang diusung oleh pihak yang tajir dengan imbalan tertentu nantinya.
Perlu diketahui, Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang digugat itu berbunyi sebagai berikut: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.
Nah, dengan dihapusnya presidential threshold, semua parpol berhak mengajukan paslon, baik sendiri-sendiri maupun berkoalisi.Â
Partai gurem yang tidak punya kursi di Parlemen pun bisa mengusung calon yang dijagokannya.
Dengan demikian, harapan MK yang tidak menghendaki ada parpol yang "memborong" atau terlalu dominan, bisa dihindari.
Bahkan, di acara talk show TV One pada Jumat (3/1/2025), panelis Titi Anggraini mengatakan bahwa  parpol yang tidak mengajukan paslon bisa tidak diikutsertakan pada pilpres berikutnya.
Pertanyaannya, apakah peta politik Indonesia akan berubah secara signifikan? Rasa-rasanya kita akan kecewa jika berharap akan terwujud peta baru dengan persaingan yang sehat antar banyak pasangan calon.
Peta politik Indonesia 2029, diperkirakan tetap akan terpusat pada rivalitas koalisi gemuk (KIM Plus) yang akan mengusung kembali  incumbent Prabowo Subianto.Â
KIM Plus akan disaingi oleh paslon dari PDI Perjuangan. Barangkali juga ada parpol yang kembali memajukan Anies Baswedan. Apalagi, jika Anies berhasil membuat parpol baru dalam waktu dekat.
Politik uang atau politik transaksional, secara diam-diam diduga akan tetap berjalan, yang menjadi ancaman serius bagi terwujudnya pemilu yang demokratis.
Politik transaksional terjadi ketika dalam menjalankan praktik politik didasarkan pada konsep transaksi, yaitu ada yang memberi dan menerima.Â
Politik transaksional ini bisa terjadi dalam banyak bentuk, di antaranya adalah mahar politik, serangan fajar, dan dana kampanye.
Mahar politik adalah uang yang dibayarkan oleh pihak tertentu untuk mendapatkan restu agar dapat menjadi calon dalam pemilu.
Serangan fajar adalah memberikan sesuatu untuk mempengaruhi pemilih agar memilih calon tertentu. Pemberian ini bisa dalam bentuk materi berupa uang, maupun kebutuhan sehari-hari seperti sembako.Â
Pemberian ini disebut serangan fajar karena biasanya pemberian dilakukan pada pagi hari tepat sebelum waktu pemilihan dimulai.
Dana Kampanye diatur bahwa yang boleh diterima dari sejumlah sumber dibatasi nominalnya. Namun, diduga dana kampanye bisa diboncengi politik transaksional.
Secara rinci sumbangan dana kampanye Pemilu untuk calon presiden dan calon wakil presiden yang berasal dari perseorangan maksimal sebesar Rp2,5 miliar.
Sementara, dana kampanye calon presiden dan calon wakil presiden dari perusahaan paling besar senilai Rp25 miliar.Â
Dikutip dari laman Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), politik transaksional bisa dihilangkan jika empat hal berikut bisa dilakukan.
Pertama, peran partai politik dalam Penerapan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP), untuk membantu menciptakan kader politik yang berintegritas, dan tidak berusaha mendapatkan kekuasaan dengan cara yang instan.
Kedua, politisi komit untuk menolak segala bentuk bantuan dana kampanye yang melebihi batas aturan yang telah ditetapkan atau ketika pihak pemberi mengajukan persyaratan tertentu dalam pemberian dana kampanye.
Ketiga, masyarakat harus tegas menghajar serangan fajar yang ditawarkan dan melaporkan pada Bawaslu setempat jika ada politisi yang menawarkan serangan fajar, agar diproses sesuai undang-undang yang berlaku.
Keempat, lembaga yang memiliki kewenangan secara hukum memberikan hukuman yang tegas atas pelanggaran yang dilakukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku, sehingga dapat memberi efek jera.
Keempat hal di atas, naga-naganya masih diragukan akan terwujud. Makanya, politik Indonesia diperkirakan tidak akan banyak berubah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI