Telpon seluler (ponsel) merupakan benda ajaib serba bisa yang "menjajah" kehidupan sehari-hari kita. Kita, artinya semua orang dari kakek-nenek hingga yang umurnya baru dua tahun.
Ya, boleh dikatakan hampir semua orang sangat tergantung dengan ponsel. Kelupaan membawa ponsel, membuat perasaan tidak tenang.Â
Sedangkan anak-anak balita, akan melakukan "mogok makan" bila tidak dipinjamkan ponsel oleh orang tuanya. Anak kecil tahu sekali betapa cemasnya orang tuanya bila si anak mogok makan.
Akhirnya banyak terjadi adegan orang tua menyuapkan makanan ke mulut anaknya yang lagi menonton tayangan di ponselnya.
Jika anak sudah memasuki usia sekolah, mulai minta dibelikan ponsel. Tapi, orang tua biasanya baru akan membelikan setelah si anak berusia di atas 10 tahun.
Masalahnya, jika sudah punya ponsel sendiri, apa yang ditonton anak tak lagi bisa dikontrol oleh orangtuanya.
Mereka bukan lagi menonton video anak-anak, tapi sangat mungkin lebih tertarik pada konten khusus untuk orang dewasa yang bermuatan adegan pornografi, kekerasan, dan sebagainya.
Padahal, awalnya si anak berdalih memerlukan ponsel karena berkaitan dengan materi pelajaran di sekolah.
Berlanjut ketika anak sudah duduk di bangku SMA, kuliah, dan seterusnya sudah punya pekerjaan, ponsel menjadi benda yang wajib dibawa ke mana-mana.
Kalau seseorang ketinggalan dompet, tak ada masalah, asal ada ponsel. Bukankah bertransaksi bisa dilakukan dengan ponsel? Fungsi dompet diambil alih ponsel.