Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Benarkah Kredit UMKM yang Macet akan Dihapus Tagih?

7 November 2024   06:33 Diperbarui: 7 November 2024   06:33 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erick Thohir, foto dok. CNBC Indonesia 

Bank adalah lembaga keuangan yang usaha utamanya sebagai pemberi jasa untuk melayani berbagai transaksi keuangan yang dibutuhkan masyarakat.

Dalam hal ini, bank bertindak sebagai perantara antara orang yang kelebihan dana yang membutuhkan wadah penyimpanan dana yang aman dan menguntungkan, dengan orang yang kekurangan dana yang membutuhkan pinjaman untuk berbagai keperluan.

Wadah penyimpanan dana di bank pada umumnya terdiri dari pembukaan rekening tabungan, rekening deposito, dan rekening giro. 

Dengan banyaknya simpanan masyarakat yang dihimpun bank, tentu bank punya dana yang mencukupi untuk disalurkan sebagai kredit bagi nasabah yang memerlukannya dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan bank.

Fasilitas kredit yang disalurkan bank tersebut bisa berupa kredit produktif dalam arti digunakan nasabah untuk membiayai usahanya, seperti untuk berdagang atau memproduksi barang tertentu.

Bisa pula berupa kredit konsumtif, misalnya yang digunakan nasabah untuk membeli mobil, rumah, dan sebagainya. 

Terhadap dana yang disimpan nasabah di bank, akan mendapatkan bunga atau imbal hasil, yang persentasenya biasanya mengacu pada bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia (BI).

Sedangkan untuk kredit yang disalurkan bank, nasabah peminjam wajib membayar bunga atau imbal hasil yang persentasenya lebih besar dari pada suku bunga simpanan.

Selisih dari pendapatan bunga pinjaman yang diterima bank dengan biaya bunga yang dibayar bank kepada nasabah penyimpan, menjadi keuntungan kotor bank. 

Adapun keuntungan bersih bank diperoleh setelah keuntungan kotor dikurangi dengan berbagai biaya, seperti gaji karyawan, sewa gedung, biaya promosi, dan sebagainya.

Jelaslah betapa pentingnya bagi bank untuk menyalurkan kredit yang sehat. Maksudnya kredit yang pengembalian plus pembayaran bunganya oleh nasabah tergolong lancar.

Dapat dimengerti mengapa bank sangat berhati-hati dalam menganalisis permohonan kredit yang diajukan calon peminjam. Tak bisa seperti sistem pinjaman online (pinjol) yang proses pencarian kreditnya dalam hitungan jam.

Ada 5 hal yang dinilai bank untuk menentukan apakah seseorang layak diberikan kredit. Kelima hal itu disebut dengan 5C (character, capacity, condition, capital, dan collateral).

Namun demikian, tetap saja bank punya nasabah kredit yang menunggak pembayaran cicilan pinjaman dan pembayaran bunga atas pinjamannya. Kredit menunggak disebut dengan non performing loan (NPL).

NPL terdiri dari kredit yang kolektibilitasnya tergolong kurang lancar, diragukan, dan yang macet. Kredit macet adalah yang paling lama tunggakannya. Semakin besar NPL, tentu juga semakin besar mengurangi laba bank.

Terhadap NPL tersebut, secara regulasi yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bank wajib membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Kredit (CKPN).

Apa tindakan bank jika tunggakan tersebut sangat sulit untuk ditagih? Misalnya karena nasabah sudah tidak diketahui keberadaannya atau usaha nasabah atau asetnya yang bisa dijual untuk membayar utang ke bank, sudah tidak ada.

Tindakan bank adalah dengan menghapusbukukan kredit macet tersebut atas beban CKPN yang telah dibentuk sebelumnya.

Tapi ingat, hapus buku bukan berarti bank berhenti menangih. Hanya saja, pada catatan di laporan keuangan bank, kredit yang telah dihapusbukukan akan masuk laporan off-balance sheet (tidak masuk sebagai aset bank).

Jika ternyata nasabah yang telah dihapusbukukan itu mampu mencicil pembayarannya, akan masuk sebagai komponen pendapatan ekstra bagi bank.

Nah, masalahnya, agar pembukuan bank menjadi bersih, terhadap kredit yang telah sangat lama dihapusbukukan dan upaya penagihan tidak pernah membuahkan hasil, apa yang akan dilakukan bank?

Pada saat itulah bank sebaiknya melakukan hapus tagih, dalam arti menghentikan upaya penagihan. Soalnya, untuk menagih pun ada biaya yang dikeluarkan bank. Dengan tidak menagih lagi, biaya ini tidak diperlukan.

Hapus tagih merupakan hal yang lazim di bank-bank swasta. Ini bagian dari pengelolaan manajemen risiko bank yang memang sudah diperhitungkan. 

Tidak demikian halnya dengan bank-bank milik negara, yakni Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara, dan Bank Syariah Indonesia.

Hapus tagih di bank pemerintah bisa dinilai sebagai moral hazzard, karena menghapus aset negara tersebut sama dengan tindakan yang merugikan negara. Ini akan dikaitkan dengan soal korupsi.

Makanya, Direksi bank-bank BUMN sejauh ini baru berani menghapusbukukan kredit macet yang betul-betul tak bisa ditagih lagi, dan belum berani melakukan hapus tagih.

Padahal, di lain pihak banyak nasabah bank pemerintah yang sudah tergolong tidak mampu. Sepanjang kredit mereka belum dihapus tagih, mereka belum bisa mendapat kucuran kredit baru, karena namanya masuk daftar hitam di OJK.

Untunglah,  saat ini Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berupaya untuk mencari langkah terobosan.

Erick mengungkapkan bahwa hapus tagih kredit macet di segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masuk dalam prioritas Presiden Prabowo Subianto. 

Berdasarkan data terakhir, jumlah kredit macet UMKM di bank-bank yang berstatus BUMN mencapai sekitar Rp 8,7 triliun.

Lebih lanjut Erick mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) terkait hapus tagih kredit macet UMKM yang ada di perbankan milik negara sedang digodok.

Menurutnya, hal itu sangat dibutuhkan agar bank-bank BUMN memiliki dasar hukum yang kuat dalam mengambil langkah penting untuk membantu program-program pemerintah di bidang pertanian.

Hal itu juga sekaligus menjalankan amanat dari Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU PPSK).

"Kami memerlukan payung hukum terlebih dahulu agar Himbara memiliki dasar yang kuat," ujar Erick dalam keterangan tertulis, dikutip pada Selasa (5/11/2024). Himbara adalah himpunan bank-bank milik negara.

Semoga kabar di atas menjadi kenyataan dan para pelaku UMKM yang telah tidak punya apa-apa untuk melunasi kreditnya yang macet di bank-bank BUMN, bisa bernapas lega.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun