Ketika Nadiem Makarim dipilih sebagai menteri oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2019, banyak yang mengira Nadiem akan ditempatkan di kementerian yang berkaitan dengan informatika dan digitalisasi.
Hal ini mengingat latar belakangnya yang menjadi pendiri Gojek, startup Indonesia pertama yang tergolong unicorn (perusahaan rintisan yang memiliki valuasi mencapai US $ 1 miliar atau sekitar Rp 15 triliun).
Banyak pula yang menduga Nadiem sebetulnya secara finansial merugi bila menjadi menteri, karena penghasilannya akan turun drastis.
Apalagi, Nadiem merupakan putra seorang pengacara kondang Nono Anwar Makarim. Dengan gelar MBA dari Harvard Business School, rasanya Nadiem akan mantap memilih jalur pengusaha.
Kenyataannya, Nadiem ditunjuk untuk menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sesuatu yang mungkin agak jauh dari bidang yang digeluti Nadiem sebelumnya.Â
Namun, Nadiem bersedia mundur dari Gojek agar fokus mengabdi kepada masyarakat banyak. Bayangkan, betapa banyaknya pelajar dan pengajar yang diurus Nadiem.
Jika dihitung jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di setiap kementerian, jelas kementerian yang dipimpin Nadiem yang paling banyak.Â
Dua tahun kemudian, bidang  Riset dan Teknologi digabung ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sehingga, Nadiem memimpin Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Unsur "teknologi" pada kementeriannya membuat Nadiem terasa klop dengan pengalaman panjangnya di usaha startup.
Terjadinya pandemi juga menjadi blessing in disguise karena proses belajar mengajar dilakukan secara online, yang juga jadi keahlian Nadiem dalam merancang berbagai aplikasi.