Apakah Anda pernah merasa sulit dapat kerja? Atau, jangan-jangan sekarang ini Anda lagi mengalaminya, yang bahkan telah berlangsung sejak beberapa tahun lalu.
Artinya, Anda sudah berburu pekerjaan selama beberapa tahun dan masih belum dapat-dapat. Jika Anda merasa putus asa, tentu bisa dimengerti.
Tapi, bagaimanapun juga, semangat juang harus tetap dipelihara. Jangan larut dengan keputusasaan. Demi masa depan, Anda perlu mengevaluasi diri.
Kira-kira apa kelemahan yang melekat ke diri Anda yang membuat Anda tersisih dalam seleksi mengisi posisi yang diperebutkan banyak pencari kerja.
Yakinlah, dengan seringnya mengikuti tes, meskipun masih belum berhasil, bukan sesuatu yang sia-sia.
Bukankah kita bisa belajar dari berbagai tes masuk kerja yang sudah pernah kita ikuti? Maka, mari kita "bedah" kira-kira di mana kita yang dianggap belum layak untuk diterima bekerja.
Tentang masalah persyaratan administrasi, rasanya tidak perlu dibahas, karena sangat jelas. Misalnya, soal ijazah yang dipunyai, indeks prestasi akademis minimal, usia maksimal, dan sebagainya.
Tes psikologi menjadi alat ukur yang biasa digunakan dalam proses seleksi rekrutmen pekerja baru. Konon katanya, psikotes dapat menggambarkan kepribadian seseorang.
Psikotes dilakukan untuk mengukur aspek individu secara psikis. Tes ini bisa berbentuk ujian tulis, gambar proyektif, atau evaluasi secara verbal yang terdokumentasi dengan baik.
Dari jawaban peserta tes, bisa diprediksi atas kemampuan kognitif dan emosional seseorang. Selain itu, tes tersebut bisa mengukur berbagai kemungkinan berdasarkan kemampuan orang secara mental dan faktor pendukung lainnya.
Jadi, psikotes bisa dilatih. Tapi akan lebih efektif kalau kita rutin melakukan kegiatan yang mampu meningkatkan kemampuan numerikal dan verbal, juga melatih dalam mengendalikan emosi.
Tes kesehatan juga menjadi bagian dari seleksi. Ini sudah jelas, kita perlu menjadikan pola hidup sehat sebagai kebiasaan keseharian kita. Pola makan, pola istirahat, dan konsisten berolahraga, menjadi faktor kunci.
Nah, mungkin di tes wawancara kompetensi yang relatif sulit ditebak hasilnya. Banyak orang yang merasa puas karena lancar dalam menjawab pertanyaan asesor, tapi ternyata tidak lolos.
Perlu ditekankan, tes kompetensi ini bukan soal lulus atau tidak lulus, karena pertanyaan bukan bersifat hafalan. Artinya, apapun jawabannya sah-sah saja. Tidak ada yang salah.
Masalahnya, apakah kata-kata yang meluncur dari mulut kita telah menggambarkan kita punya kompetensi yang cocok dengan jenis kompetensi yang dibutuhkan.
Jadi, sekali lagi, ini soal cocok atau tidak cocok, bukan lulus atau tidak lulus. Kalau begitu, kita perlu mengetahui untuk posisi yang kita lamar, kira-kira komptensi apa yang dibutuhkan.
Kemudian, kita dengan objektif menilai diri kita sendiri, apakah sudah mempunyai kompetensi tersebut. Maksudnya, apakah selama ini kita sudah punya karakter unggul.
Intinya, kompetensi yang dituntut oleh jabatan atau pekerjaan tertentu, diadu dengan kompetensi yang melekat pada seseorang, sesuai atau tidak?
Untuk itu, kita perlu mengetahui kamus kompetensi, yang sekarang ini sebetulnya gampang dicari melalui berbagai situs atau dari berbagai buku yang relevan.
Definisi komptensi adalah suatu keterampilan, pengetahuan, sikap dasar, dan nilai yang ada di dalam diri seseorang dan tercermin dari kemampuan berpikir serta bertindak secara konsisten.Â
Dengan kata lain, kompetensi tak cuma mengenai pengetahuan dan kemampuan seseorang, tapi juga pada motivasi yang mendasari seseorang bekerja dan minatnya.
Makanya, kompetensi biasa juga disebut dengan karakter unggul yang bukan menyangkut ijazah dan indeks prestasi akademik. Banyak orang yang juara saat kuliah, namun gagal dalam meniti karier.
Hal itu karena kompetensinya kurang menunjukkan karakter unggul. Faktor pengetahuan bukan menjadi penentu, tapi faktor karakter lah yang dominan menjadi penentu.
Umpamanya, untuk posisi tenaga penjualan, kompetensi influencing others (bagaimana mempengaruhi orang lain) menjadi mutlak, agar calon pelanggan mau membeli produk yang kita jual.
Dalam sesi wawancara kompetensi, kita tidak akan ditanya apakah Anda mau dan mampu mempengaruhi orang lain. Kalaupun kita jawab mau dan mampu, itu sifatnya "akan" dan belum jadi bukti kompetensi.
Bukti kompetensi adalah sesuatu yang sudah kita lakukan dan terbukti memberikan hasil sesuai harapan. Makanya, pertanyaan dari asesor bukan tentang apa yang akan Anda lakukan.
Lazimnya, setelah memperkenalkan diri secara ringkas, asesor akan meminta Anda menceritakan pengalaman Anda yang berkesan dalam dua tahun terakhir ini.
Nah, dari kisah pengalaman Anda tersebut, asesor akan menyimak, apakah Anda dinilai terbukti punya kompetensi yang dibutuhkan untuk pekerjaan yang ditawarkan, atau tidak.
Jadi, kalaupun Anda saat ini menganggur, jangan putus asa. Coba pelajari dengan tekun buku yang menjelaskan jenis-jenis kompetensi beserta contoh tindakan konkritnya.
Lalu, jika tindakan konkrit yang dicontohkan belum menjadi kebiasaan Anda, maka ubahlah pola hidup Anda dengan membiasakan diri melakukan apa yang dicontohkan itu.
Anda bisa menerapkannya dalam pekerjaan yang bersifat volunteer atau freelance, seperti aksi sosial di organisasi level paling rendah di tingkat RT atau di masjid terdekat.
Yang penting, ketika ada kesempatan mengikiti wawancara kompetensi, Anda punya pengalaman yang layak di-coding oleh asesor sebagai bukti kompetensi yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kuncinya, jadikan karakter unggul sebagai tingkah laku kita sehari-hari yang dilakukan dengan sepenuh hati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H