Aapapun juga, aksi itu sudah terjadi. Hal ini menjadi dilema bagi pemerintah. Kalau tidak dipenuhi, bisa-bisa banyak perkara yang tertunda.Â
Seperti diketahui, para hakim adalah pihak yang berwenang dalam bidang yudikatif. Wajar jika eksistensinya dirasa penting.
Tapi, semua instansi juga merasa paling penting, termasuk yang di bidang eksekutif dan legislatif.
Logikanya, penghasilan orang di yudikatif sebaiknya lebih tinggi dari eksekutif dan legislatif. Atau paling tidak, relatif sama.
Kalau dipenuhi akan jadi preseden. Instansi lain akan memilih cara serupa, yakni mogok kerja agar tuntutannya dikabulkan.
Bayangkan kalau makin banyak kementerian yang bikin aksi dan dinaikkan gajinya, dampaknya akan sangat memberatkan bagi anggaran belanja negara.
Dalam audiensi dengan DPR, beberapa hakim yang terlihat relatif muda, curhat tentang nasibnya yang bertugas di kota yang jauh dari kota yang jadi homebase-nya.
Ada yang tangisnya terisak menceritakan ia tak bisa mengahadiri pemakaman ibu mertuanya.
Tapi, cerita seperti itu sebetulnya juga lebih banyak dialami para guru atau paramedis  di daerah yang lebih terpencil lagi dari penempatan para hakim.
Pada audiensi dengan pimpinan DPR RI, Selasa (8/10) di atas, para hakim yang datang berhimpun dalam Solidaritas Hakim Indonesia (SHI).
Presiden terpilih Prabowo sempat berbicara kepada peserta audiensi lewat sambungan telepon, setelah dihubungi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang merupakan pimpinan rapat.