Sebagai warga DKI Jakarta, saya akan menggunakan hak demokrasi dengan memilih salah satu dari tiga pasangan calon (paslon) yang berkontestasi pada Pilkada Serentak 27 November 2024 mendatang.
Beberapa postingan dari teman saya yang kecewa karena sosok pilihannya tidak ikut bertarung di pilkada, karena tidak ada partai yang mengusung, tidak membuat saya terpengaruh.
Postingan itu intinya ajakan untuk memilih semua paslon atau tidak memilih sama sekali, yang saya terjemahkan sebagai semacam gerakan golongan putih (golput).
Saya berpendapat, walaupun Pilkada kali ini punya kelemahan, terutama karena partai tidak mengakomodir aspirasi sebagian masyarakat, kita tetap perlu menyukseskan Pilkada Serentak.
Nomor Urut Pilkada di Jakarta adalah nomor 1 untuk paslon Ridwan Kamil-Suswono, nomor 2 untuk Dharma Pangrekun-Kun Wardhana, dan nomor 3 untuk Pramono Anung-Rano Karno.
Hingga detik ini, saya belum memutuskan akan memilih siapa, dan pilihan saya sama sekali tidak ada kaitannya dengan nomor urut di atas.
Meskipun nomor urut cukup penting bagi tim kampanye masing-masing Paslon dalam rangka menciptakan gimik, tapi sungguh tak ada artinya bagi saya, selain sekadar menjadi penanda di kertas suara.
Bukankah dari berbagai survei, tak pernah ada bukti ilmiah soal pengaruh nomor urut terhadap kemenangan paslon dalam pemilu?
Nomor urut hanya bertujuan untuk memudahkan para pemilih, terutama kelompok lansia dan pemilih remaja pemula, untuk menentukan pilihan.Â
Bahkan, seandainya tidak ada nomor urut sekalipun, karena sistemnya memilih secara langsung, maka nama dan foto paslon sebenarnya sudah cukup.