Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kelihatannya lagi kurang akur hubungannya dengan Kementerian Agama, terutama dalam kaitannya dengan pelaksanaan ibadah haji 2024.
Hal itu oleh beberapa pengamat politik juga ditafsirkan sebagai indikasi makin panasnya hubungan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).Â
Hubungan NU dan PKB ini memang terbilang spesial. Dilihat dari sejarah berdirinya PKB pada tahun 1998 (setelah tumbangnya Orde Baru dan munculnya reformasi), mulanya adalah untuk menampung aspirasi politik warga NU.
NU sendiri sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia itu tidak berpolitik praktis, sehingga secara struktural tidak bisa disebut kalau NU berada di atas PKB atau sebaliknya.
Kesan tidak harmonisnya NU dan PKB mulai terkuak pada 2019, setelah direvisinya Anggaran Dasar partai dengan mengurangi peran Dewan Syuro.
Kemudian, pada pemilihan presiden Februari lalu, NU menegaskan kenetralannya, namun terkesan mendukung Prabowo-Gibran. Padahal, PKB mengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Dalam konteks kasus pelaksanaan ibadah haji di atas, kenapa ditafsirkan sebagai panasnya NU dan PKB, karena DPR direpresentasikan oleh PKB dan Kementerian Agama "diwakili" oleh NU.
Apalagi, kebetulan yang menjadi Menteri Agama adalah Yaqut Cholil Qoumas, adik dari Ketua Umum Pengurus Besar NU, Yahya Cholil Staquf.
Menyimak pemberitaan sejumlah media massa, setidaknya ada 3 hal yang menjadi masalah dalam pelaksanaan ibadah haji 2024 yang diikuti oleh lebih dari 200.000 jemaah asal Indonesia.
Namun, perlu diingat bahwa secara umum pelaksanaan ibadah haji tahun ini dinilai lancar. Hal ini yang disuarakan oleh dua ormas Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah.