Tema "berkelanjutan" yang merupakan terjemahan dari sustainable, sangat sering mengemuka akhir-akhir ini, agar kita semua concern dengan masalah lingkungan hidup.
Arti berkelanjutan di sini adalah sesuatu yang bisa bertahan dalam jangka panjang tanpa merusak lingkungan, sehingga bisa tetap menawarkan kehidupan yang baik bagi makhluk hidup di bumi.Â
Meskipun berkaitan dengan lingkungan, namun konsep ini tak hanya berdampak bagi lingkungan saja, tetapi juga sosial. Bahkan, konsep ini bisa memberikan keuntungan di segi ekonomi. Itulah mengapa banyak perusahaan yang mulai menerapkannya.
ESG adalah kegiatan pembangunan, investasi, atau bisnis yang berkelanjutan dengan menjadikan tiga faktor sebagai kriteria utama, yakni environmental (lingkungan), social (sosial), dan governance (tata kelola).Â
Perusahaan yang menerapkan prinsip ESG dalam praktik bisnis dan investasinya akan turut mengintegrasikan dan mengimplementasikan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, tanggung jawab sosial, dan tata kelola yang baik.
ESG sendiri lahir dari kesadaran investor, baik di tingkat global maupun regional, tentang pentingnya bisnis yang berkelanjutan.Â
Kesadaran ini mendorong perusahaan, juga investor individu, untuk menempatkan ESG sebagai bagian penting dari keputusan finansial jangka panjang.
Perusahaan yang meraup cuan besar, tapi beroperasi dengan cara yang tidak ramah lingkungan, misalnya, dengan berlebihan mengeksploitasi sumber daya alam, menjadi contoh yang tidak baik.
Juga perusahaan yang membakar hutan untuk pembukaan lahan perkebunan skala besar. Ada pula pabrik yang pembuangan limbahnya mencemari sungai dan laut.Â
Penggunaan energi yang bersifat non-renewable oleh berbagai industri, termasuk juga oleh individu, harus bisa ditekan kalau belum bisa dihabisi sama sekali.
Konsumsi energi yang boros tersebut bisa memperparah polusi udara. Di Inggris, baru saja menutup perusahaan listrik yang menggunakan batu bara, setelah digunakan selama lebih dari 140 tahun.
Di negara kita, penggunaan kendaraan listrik semakin digalakkan, meskipun masih ada kelemahan yang dirasakan pemakainya.Â
Konsumsi air pun perlu dihemat, baik oleh perusahaan dan lembaga, maupun oleh individu, agar aspek keberlanjutannya terjaga.
Dulu, mereka yang belajar ilmu ekonomi pernah mendapatkan pengetahuan tentang prinsip ekonomi yang berbunyi "meraih keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya sekecil-kecilnya".
Prinsip itu sudah kuno dan telah cukup lama ditinggalkan, karena terkesan sangat kapitalis. Padahal, di negara kapitalis sekalipun, perhatian terhadap lingkungan dan sosial sangat besar.
Jadi, pengeluaran untuk ESG jangan dilihat sebagai biaya semata, karena pada jangka panjang akan bermanfaat. Artinya, pengeluaran ini bersifat investasi.
Di atas telah disinggung soal lingkungan hidup. Berikutnya, dari sisi sosial, tentu diharapkan adanya penegakan hak asasi manusia di semua perusahaan.
Jangan ada lagi pekerja yang mengalami "perbudakan" dengan pekerjaan yang banyak, tapi upahnya malah tak memenuhi ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Di lain pihak, gaji, tunjangan, dan bonus level manajemen sangat tinggi. Kesenjangan yang terlalu lebar antar lapisan kelompok pekerja dan manajemen itu, perlu dipersempit.
Kemudian, soal kesehatan dan keselamatan kerja, kesetaraan hak-hak pekerja pria dan wanita, pun perlu diterapkan dengan baik.Â
Donasi bagi warga sekitar perusahaan, khususnya terhadap masyarakat kurang mampu, harus rutin dilakukan sebagai bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR).
Dari sisi tata kelola, semua perusahaan harus punya kebijakan etika dan antikorupsi yang diterapkan secara konsisten.
Ada prinsip TARIF yang menjadi acuan dan berlaku secara internasional untuk diterapkan perusahaan, agar comply dengan good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik).
Prinsip TARIF adalah singkatan dari Transparency, Accountability, Responsibility, Independence, dan Fairness. Artinya, perusahaan harus transparan dalam membuka informasi, akuntabel, mampu bertanggung jawab, independen, dan bertindak adil.
Nah, sekiranya semakin banyak perusahaan yang telah menerapkan ESG dalam berbisnis atau berinvestasi, tentu akan berdampak positif, baik bagi perusahaan, juga bagi lingkungan, masyarakat, negara, dan dunia.
ESG juga relevan untuk menjadi pertimbangan bagi investor individu. Apalagi, sekarang pemerintah melalui Kementerian Keuangan lagi menawarkan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri 026.
ORI 026 tersebut telah mulai ditawarkan sejak 30 September dan berlangsung hingga 24 Oktober 2024. Hasil penerbitan ORI 026 akan digunakan pemerintah untuk membiayai program SDG (Sustainable Development Goals).
Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam pembiayaan berkelanjutan, sekaligus sebagai upaya pengembangan pasar keuangan dan memperluas basis investor domestik.
SDGs merupakan komitmen global dan nasional dalam upaya untuk menyejahterakan masyarakat, yang dideklarasikan oleh negara maju dan negara berkembang pada Sidang Umum PBB tahun 2015.
Jadi, apapun profesi kita, mari kita makin concern dalam menerapkan prinsip ESG.
Bahkan, kalau pun kita bukan pelaku usaha, dengan berhemat dalam memakai listrik dan air, serta tidak membuang sampah seenaknya, sudah berkontribusi terhadap lingkungan hidup dan sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H