Soalnya, kondisi di negara kita menunjukkan lapangan kerja yang tersedia sangat terbatas. Di lain pihak, jumlah pencari kerja membludak.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) selama ini menjadi tumpuan mereka yang tidak tertampung di lapangan kerja formal. Namun, perlu keuletan bagi pelaku UMKM, selain masalah permodalan.
Impor Ilegal Jadi Biang Kerok
Dengan bangkrutnya sejumlah pabrik tekstil dan juga usaha konveksi, apakah konsumen menghadapi kelangkaan barang?
Apakah kelesuan industri tekstil dan usaha konveksi itu, membuat pasokan ke Pasar Tanah Abang, Pasar Baru, Pasar Cipulir, dan pasar tekstil lainnya di Jakarta dan sekitarnya, berkurang jauh?
Ternyata tidak. Justru di sinilah masalahnya, karena konsumen cenderung membeli produk yang sangat murah yang melimpah di pasaran. Perdagangan online pun masih berjalan dengan baik.Â
Hanya saja, jika dulu pedagang online memesan pakaian ke rumah konveksi, sekarang diduga mereka berpaling ke produk impor ilegal yang membanjiri pasar Indonesia.
Bahkan, yang legal pun juga dipersoalkan oleh pelaku usaha dalam negeri. Aturan impor terbaru dinilai telah memicu banjir impor tekstil berharga sangat murah dari Cina.Â
Persoalan impor pakaian menjadi dilema. Bukan saja karena ada yang ilegal. Tapi, yang legal juga merasa didukung dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 tahun 2024.
Peraturan yang memperlonggar ketentuan impor itu sangat dimanfaatkan Cina yang mengalami kelebihan stok. Produsen Cina melepas barang dengan harga lebih rendah dari harga bahan baku.
Untuk produk ilegal, menjadi semakin murah karena tidak membayar bea masuk tindakan pengamanan (BMPT) dan juga tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).