Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kurban Itu Bukan Korban, tapi Keduanya Perlu Diperhatikan

17 Juni 2024   04:14 Diperbarui: 17 Juni 2024   04:20 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sapi kurban | dok. Kompas.com/Firman Taufiqurrahman

Hari ini, Senin (17/6/2024) sebagian besar umat Islam di Indonesia merayakan Idul Adha, yang bertepatan dengan tanggal 10 Zulhijjah 1445 H. Sebagian lainnya ada yang merayakan sehari sebelumnya.

Idul Adha sering disebut sebagai Hari Raya Haji, karena bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan umat Islam dari seluruh dunia yang datang ke tanah suci.

Banyak pula yang menyebut Idul Adha sebagai Hari Raya Kurban, karena pada hari itu, umat Islam yang mampu akan menyembelih hewan kurban untuk dibagikan kepada warga yang kurang mampu.

Tapi, jangan salah, kurban tidak sama pengertiannya dengan korban. Jangan dianggap sapi atau kambing yang disembelih sebagai korban.

Dilihat dari arti kata, kurban dimaknai sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah. Adapun yang dimaksud dengan korban adalah pihak yang dirugikan atau mendapat kesialan.

Jelaslah, kurban itu bukan korban. Tapi, keduanya perlu mendapat perhatian dalam konteks terciptanya kehidupan sosial yang baik di tengah masyarakat kita.

Kurban perlu menjadi perhatian agar orang-orang yang mampu bisa berbagi dengan saudara-saudara yang kurang mampu. 

Banyak orang yang karena kesulitan ekonomi, jarang sekali memakan masakan yang diolah dari daging hewan yang halal. Hal ini karena harganya yang relatif mahal. 

Makanya, penting untuk diperhatikan agar distribusi daging kurban bisa tepat sasaran, yakni menjangkau orang-orang yang selama ini tidak mampu membeli daging.

Nah, sekarang kita beranjak membahas hal lain, yakni berupa ajakan agar kita memberi perhatian kepada orang-orang yang jadi korban dalam berbagai situasi dan kondisi.

Memberi perhatian maksudnya tidak sekadar memperhatikan atau membicarakannya, tapi lebih baik kalau bisa berupa aksi nyata. Contohnya, memberikan bantuan dana.

Bisa pula memberikan bantuan yang lebih aktif, seperti terjun langsung mendampingi korban, atau bersama-sama dengan orang lain menyediakan fasilitas yang diperlukan korban.

Jika dipikir-pikir, ternyata banyak sekali korban di negara kita, apalagi kalau juga dihitung korban yang berjatuhan di luar negeri. Beberapa di antaranya seperti dipaparkan berikut ini.

Pertama, para korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang cenderung semakin banyak. Jenis kekerasannya pun semakin sadis.

Kedua, korban bullying atau perundungan yang terjadi di berbagai sekolah, pesantren, kampus, dan tempat-tempat lainnya. Ini bukan lagi sekadar kenakalan remaja, sebagian sudah menjadi tindakan kejahatan.

Ketiga, korban kecelakaan. Di negara kita, jalan raya menjadi pembunuh nomor satu, karena saking banyaknya korban yang meninggal dunia. Sebagian korban adalah rombongan anak sekolah yang menyewa bus.

Keempat, korban media sosial. Banyak pengguna medsos yang tertipu dengan mengirimkan sejumlah uang yang ternyata masuk ke kantong penjahat.

Kelima, korban iklan dan promo yang memicu gaya hidup konsumtif. Banyak orang yang tidak bisa bertindak rasional, sehingga boros dalam mengonsumsi sesuatu yang sebenarnya kurang dibutuhkan.

Keenam, korban pinjol, paylater, dan judi online. Ini berakitan dengan gaya hidup konsumtif di atas. Hasrat berbelanja yang besar tanpa disadari bisa menjerumuskan seseorang dalam kepungan utang. 

Ketujuh, korban tindakan pelaku kriminal, seperti korban pencurian, perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, dan sebagainya. Tindakan kriminal sekarang ini semakin brutal, tentu korbannya juga makin banyak.

Kedelapan, korban yang berkaitan dengan isu internasional. Misalnya, korban perang di Palestina, korban genosida terhadap etnis Rohingya, korban pekerja migran Indonesia, dan sebagainya.

Kita harapkan, bila semakin banyak yang memberi perhatian, di masa mendatang bisa dicegah munculnya korban-korban berikutnya.

Begitu pula kepada yang terlanjur menjadi korban, bisa diminimalisir dampak negatifnya, jangan sampai membuat para korban menjadi frustrasi atau bahkan depresi.

Menyerahkan semua itu kepada instansi pemerintah terkait, tidaklah cukup. Pemerintah membutuhkan kerjasama dengan masyarakat agar efektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun