Di sebuah grup percakapan yang saya menjadi anggotanya, terjadi perbedaan pendapat tentang apa yang sebaiknya diberikan kepada pengungsi korban bencana di beberapa tempat di Sumbar.Â
Perlu diketahui, sejak beberapa hari yang lalu, grup percakapan itu melakukan penggalangan dana untuk membantu korban bencana erupsi Gunung Marapi dan banjir bandang lahar dingin.
Alhamdulillah, dana berupa uang telah terkumpul lebih dari Rp 20 juta. Mungkin tidak banyak dibandingkan yang dikumpulkan beberapa grup lain. Tapi, bagi kami, jumlah tersebut sudah tergolong besar.
Nah, sekarang tinggal masalah teknis penyerahan bantuan yang akan dikoordinasikan dengan teman-teman yang berdomisili di Ranah Minang tersebut.
Mereka yang ingin memberikan bantuan dalam bentuk barang beralasan agar memudahkan pengungsi. Kalau mau berbelanja berbagai kebutuhan, sulit untuk mereka bepergian ke kota terdekat.
Jadi, dari uang yang terkumpul akan dibelikan terlebih dahulu sejumlah barang, seperti mi instan, beras, telur, minyak goreng, selimut, pembalut wanita dan pembalut bayi, dan sebagainya.Â
Mereka yang ingin memberi dalam bentuk uang beralasan telah mendengar keluhan beberapa pengungsi yang mengatakan bantuan beras dan mi instan telah melimpah.
Justru sebagian beras itu terpaksa dijual karena mereka membutuhkan uang untuk membeli pulsa dan paket internet, membeli bahan bakar untuk motor mereka, dan sebagainya.
Artinya, baik bantuan dalam bentuk barang maupun uang, sebetulnya sama-sama dibutuhkan, asal dikoordinasikan dengan baik dengan perwakilan korban bencana terlebih dahulu.
Satu hal lagi yang tak kalah penting, karena ada beberapa pos pengungsi, sebaiknya penyebaran bantuan harus merata dan mencukupi di setiap pos.Â
Jangan sampai, pos pengungsi di lokasi yang gampang dicapai atau di lokasi yang sering diliput reporter televisi, mendapat bantuan yang melimpah.
Padahal, pos pengungsi yang berada di lokasi yang lebih jauh dan bukan di pinggir jalan besar, merana kekurangan bantuan.
Kembali ke pilihan uang atau barang, sebetulnya ada semacam kekurangpercayaan dari pihak penyumbang, jika bantuan diserahkan berupa uang tunai.
Namanya juga uang, mungkin saja membuat panitia yang menerima tergoda untuk "memainkannya", sehingga amanah dari pihak penyumbang tidak terlaksana dengan baik.
Lagipula, biasanya panitia bersifat patriarki, sehingga kebutuhan perempuan, lansia, anak-anak, dan kelompok difabel bisa jadi agak terabaikan.
Maka, kalau memang akan memberikan bantuan uang tunai, perlu diserahkan kepada perwakilan pengungsi yang bisa dipercaya dan punya program yang baik.
Diharapkan pula, dari pihak penerima bantuan punya catatan yang lengkap dan rinci tentang uang masuk dan keluar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H