Namun, di sisi lain, pelarangan itu berarti membatasi pengalaman dan proses belajar anak sekolah, bila study tour juga bermuatan program yang bersifat edukatif, bukan sekadar jalan-jalan.
Ketika berita kecelakaan bus di atas ramai dibahas di media massa, muncul berita yang bernuansa lain, yang memperlihatkan study tour yang bersifat eksklusif.
Bukan hanya ekslusif, tapi juga bisa dinilai menerapkan gaya hidup hedonis pada anak-anak yang bahkan masih duduk di Sekolah Dasar.
Betapa tidak. Rombongan murid SD di salah satu sekolah swasta di Salatiga, Jawa Tengah, naik pesawat untuk study tour ke Malaysia dan Singapura.Â
Itu masih belum seberapa, ketika muncul lagi berita yang lebih spektakuler, yakni keberangkatan rombongan siswa SMA 3 Yogyakarta dalam rangka study tour ke 4 negara Eropa.
Apakah kita berdecak kagum dengan study tour internasional itu, atau justru merasa prihatin? Gara-gara kecelakaan study tour, yang ke Eropa perlu dilarang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H