Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Puasa Ramadan, Pengendalian Diri, dan Nafsu Kekuasaan

9 April 2024   06:21 Diperbarui: 9 April 2024   06:34 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hakikat puasa tidak semata-mata menahan haus dan lapar. Mengendalikan nafsu makan dan minum bagi orang dewasa mungkin tidak terlalu berat.

Mengendalikan emosi ketika berinteraksi dengan orang lain, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, rasanya relatif lebih sulit.

Bayangkan saja ketika banyak kendaraan yang sama-sama satu tujuan, katakanlah mudik lebaran ke Sumatera dari Jabodetabek, terjebak macet parah menjelang pelabuhan Merak.

Pemudik dari Jawa ke Sumatera lewat jalan darat mau tak mau harus naik kapal feri dari Merak di Provinsi Banten ke Bakauheni di Provinsi Lampung.

Saat puncak arus mudik, banyak mobil yang menunggu sekitar 5-6 jam sebelum bisa naik kapal. Bila itu di tengah panas terik, tentu sangat mengesalkan.

Lalu, jika ada mobil di belakang yang berusaha menyalip mobil di depannya, pengemudi yang disalip spontan saja mengeluarkan ucapan sumpah serapah.

Itulah salah satu contoh bahwa betapa tidak gampangnya mengendalikan emosi ketika ada tekanan dari pihak lain atau dari kondisi yang tidak diharapkan terjadi.

Nah, ada lagi hal yang jauh lebih sulit lagi untuk dikendalikan. Hal ini menjadi materi ceramah Ramadan Wapres Ma'ruf Amin dalam Safari Ramadan tahun ini.

Beliau mengatakan nafsu kekuasaan sebagai hal yang harus dikendalikan, apalagi di bulan puasa ini.  Para pejabat negara tentu paham betapa nikmatnya kekuasaan.

Fasilitas yang berlimpah dan penghormatan dari anak buah dan para relasi, terkadang bisa membuat seseorang terlena, bahkan bisa memabukkan.

Tapi, yang namanya jabatan bukankah ada batasnya? Seperti Wapres Ma'ruf Amin sendiri, beliau siap untuk kembali menjadi ulama, setelah berakhirnya jabatannya sebagai wapres pada Oktober 2024.

Wapres mengutip ulama besar Syekh Nawawi Al-Batani yang menyebut bahwa syahwat yang paling sulit diobati yaitu cinta kepada kepemimpinan.

Tak heran, banyak orang yang berebut menjadi pemimpin. Sedangkan yang sedang memimpin, masih ingin tetap memimpin.

Kekuasaan jangan diartikan sebagai kekuasaan para pejabat pemerintahan saja. Di rumah pun, seorang suami dengan sok kuasa biasa menyalahgunakan kekuasaannya.

Maka hati-hatilah dengan cara memimpin yang kita lakukan, meskipun di skop yang paling kecil seperti pemimpin rumah tangga. Semua itu nantinya harus dipertanggungjawabkan kepada Sang Maha Pencipta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun