Bisnis bingkisan Lebaran yang dikemas dalam bentuk parsel menemukan momentum terbaiknya pada hari-hari menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Parsel biasanya berisi beberapa jenis barang, baik produk-produk keluaran pabrik atau bahkan produk impor yang mahal, maupun produk UMKM lokal.
Barang-barang tersebut ditata sedemikian rupa dalam kemasan sebuah keranjang unik yang menarik dan bernilai seni.
Kebanyakan barang tersebut bukan hanya kue kering, tapi lazim juga berupa sajadah, sarung, mukena, hingga piring, gelas dan teko yang cantik.
Sebagai sebuah tradisi dalam rangka menjalin silaturahmi, karena orang tua zaman dahulu saling bertukar pemberian, tentu budaya bingkisan lebaran menjadi sesuatu yang baik.
Anggaplah parsel sebagai pertanda keakraban dan persaudaraan. Asal dilakukan dengan tulus dan tidak berharap dapat balasan dari orang yang kita berikan, tidak ada masalah.
Tapi, jika sudah terniat oleh si pemberi parsel bahwa apa yang diberikannya itu akan kembali lagi dalam bentuk yang lebih banyak, ini yang namanya pemberian yang tidak tulus.
Biasanya parsel dari perusahaan yang menjadi mitra kerja instansi pemerintah tertentu atau lembaga lainnya, akan "boros" memberi parsel lebaran kepada pejabat di instansi atau lembaga tersebut.
Harapannya adalah nantinya berbagai proyek di instansi itu akan jatuh ke tangan perusahaan pemberi parsel. Inilah udang di balik batunya.Â
Makanya bisnis parsel dulu sebelum adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangatlah booming saat menjelang lebaran.
Namun, setelah KPK mengatakan pemberian seperti itu kepada pegawai negeri dan atau penyelenggara negara, tergolong gratifikasi, maka bisnis parsel sempat agak lesu.
Apalagi, banyak perusahaan BUMN yang memasang pengumuman di media massa yang melarang rekanannya memberikan bingkisan lebaran.
Selain itu, perusahaan BUMN pun punya komitmen tidak akan memberikan bingkisan atau hadiah lebaran kepada para pejabat negara.
Bagaimana kalau parsel dalam rangka mempertahankan pelanggan atau nasabah? Jika pelanggannya individu yang bukan pejabat negara, sejauh ini aman-aman saja.
Soalnya, parsel untuk pelanggan dianggap sebagai bagian dari promosi yang lazim, agar pelanggannya tidak pindah ke perusahaan pesaing.
Intinya, budaya saling berkirim parsel ada baiknya kita lakukan, terutama dengan membeli produk lokal UMKM.
Tapi, sebelum memberi parsel sebaiknya dipertimbangkan dan dipastikan bahwa hal tersebut tidak menyerempet atau tidak beraroma gratifikasi.
Demikian pula dari sisi si penerima, terutama yang berstatus pegawai negeri dan yang bekerja di perusahaan BUMN, sebaiknya tidak menerima parsel yang berbau gratifikasi.
Bisa juga menerima parsel tersebut, tapi harus dilaporkan ke KPK. Nantinya KPK yang akan memutuskan apakah barang itu dikembalikan ke si pelapor atau tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H