Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ibu-ibu Jualan Takjil, Haruskah Terhenti Setelah Ramadan?

1 April 2024   05:12 Diperbarui: 1 April 2024   05:17 1609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebetulnya, arti takjil adalah menyegerakan. Dalam konteks puasa Ramadan, takjil berarti tidak menunda-nunda saat buka puasa. 

Begitu azan magrib berkumandang, segera saja meminum segelas air dan sebutir kurma, atau menikmati makanan kecil lainnya yang biasanya terasa manis seperti kolak.

Kenapa tidak langsung makan besar? Agar tidak terlambat melaksanakan salat magrib. Baru setelah salat magrib, silakan makan nasi plus lauk pauk.

Nah, arti takjil yang dipahami masyarakat pada akhirnya adalah makanan kecil yang manis-manis yang lazim disantap saat berbuka puasa.

Untuk membuat takjil sepertinya tidak terlalu sulit bagi ibu-ibu rumah tangga yang suka memasak, atau yang punya kemauan untuk belajar memasak.

Awalnya, ibu-ibu memasak takjil untuk dinikmati sendiri. Sebagian ibu-ibu mungkin mendapat pujian dari keluarganya atau dari tetangganya yang dikirimi makanan.

Nah, karena pujian bahwa takjil bikinannya enak, sebagian ibu-ibu punya pemikiran kenapa keahlian ini tidak dimanfaatkan untuk mencari uang tambahan.

Apalagi, jatah belanja dari suami mungkin tak lagi mampu untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, antara lain karena naiknya harga beras dan bahan makanan lainnya.

Maka, di bulan Ramadan ini, cobalah berjalan dari gang ke gang, cukup banyak ibu-ibu yang menggelar dagangannya di depan rumah masing-masing.

Atau, ada juga yang berani berjualan di pinggir jalan dekat pasar, yang berarti bersaing dengan para penjual takjil lainnya di area pasar tersebut.

Ya, keuntungannya mungkin tidak besar, tapi lumayan untuk menambah uang dapur atau untuk membeli baju lebaran anak-anaknya.

Masalahnya, untuk tahun ini bulan suci Ramadan hanya tersisa beberapa hari lagi. Bagaimana nasib ibu-ibu penjual takjil setelah Ramadan berakhir?

Mungkinkah pembuatan takjil skala rumah tangga bisa naik kelas, sehingga menjadi usaha setiap hari? Jualan takjil tak harus berhenti setelah Ramadan jika tahu kiat-kiatnya.

Apa saja kiatnya? Makanan manis sebetulnya juga disukai sebagai camilan, pendamping minum kopi atau minum teh.

Kalau takjilnya terkenal enak, pasti dicari pelanggan. Apalagi, takjil yang dibuat tak usah banyak-banyak, tentu melihat dulu seberapa banyak pelanggan yang meminati setiap hari.

Bukankah di pasar atau di pinggir jalan ada saja kios kecil yang menyediakan aneka bubur, termasuk kolak dan minuman es campur, yang membuka kios setiap hari?

Artinya, di luar bulan puasa pun tetap ada yang membutuhkan makanan yang di bulan puasa disebut sebagai takjil.

Masalahnya, bagaimana membuat makanan yang enak, bersih, lalu dipromosikan dengan baik seperti di media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun