Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Karyawan Butuh Pekerjaan yang Aman, Nyaman, dan Cuan

8 Maret 2024   07:10 Diperbarui: 8 Maret 2024   20:01 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Human Capital Well-being atau kesejahteraan sumber daya manusia merupakan kondisi yang sangat diharapkan oleh para karyawan, di mana pun mereka bekerja.

Jika manajemen di perusahaan tempatnya bekerja memberikan berbagai hal yang membuat karyawan betah, maka baik perusahaan maupun karyawan, akan sama-sama diuntungkan.

Para karyawan akan terpacu produktivitasnya dan perusahaan pun akan menikmati peningkatan kinerja, dalam arti meraih peningkatan keuntungan.

Tentu, atas keuntungan yang meningkat itu sebaiknya juga mengalir ke karyawan sebagai bonus atau insentif, tergantung pada kinerja masing-masing karyawan.

Secara umum, ada tiga kondisi yang diinginkan karyawan, di mana ketiganya terjadi secara simultan. Kalau hanya terjadi dua dari tiga kondisi tersebut, karyawan akan kecewa.

Pertama, berkaitan dengan physical well-being, yang kira-kira berarti para pekerja itu sehat dan aman secara fisik. Jangan sampai setelah bekerja beberapa tahun, banyak karyawan yang sakit.

Di perusahaan yang peduli dengan kesehatan karyawan, mewajibkan karyawannya setiap sekali setahun untuk melakukan general check-up.

Lingkungan kerja pun harus aman dan sehat. Pada saat pandemi yang lalu, ketahuan perusahaan mana yang serius menyediakan berbagai peralatan untuk pencegahan Covid-19.

Banyak pula perusahaan yang membagi-bagikan obat dan suplemen makanan penambah daya tahan tubuh kepada semua karyawannya.

Tapi, tak sedikit pula perusahaan yang kurang serius, cenderung asal-asalan, dan bahkan ada yang tidak mau tahu dalam menangani kesehatan karyawannya.

Setelah pandemi berlalu pun bukan berarti perusahaan menjadi berkurang perhatiannya terhadap kesehatan karyawannya.

Karyawan yang terkena sakit "biasa-biasa saja", seperti menderita obesitas, kolesterol tinggi, gerd atau asam lambung, juga perlu diperhatikan. Agar para karyawannya sehat, perusahaan menyediakan ruang khusus untuk berolahraga, ruang fitness, dan sebagainya.

Lingkungan kerja yang sehat akan membuat karyawan juga sehat dan sekaligus merasa aman.

Kedua, adanya psychological well being, yakni kesejahteraan secara psikologis. Hal ini lebih berkaitan dengan perasaan nyaman dalam bekerja.

Manajemen perusahaan perlu memberi ruang agar terjadi keseimbangan antara bekerja produktif untuk kepentingan perusahaan dan pemenuhan kebutuhan karyawaan secara pribadi.

Keseimbangan tersebut sekarang lebih dikenal sebagai worklife balance. Makanya, desian ruang kerja di banyak perusahaan tidak lagi berbentuk kubikel yang terkotak-kotak.

Tapi, lay-out ruangan ditata lebih mirip di kafe-kafe bergaya kekinian agar nyaman. Pakaian kerja pun lebih bebas dengan pakaian yang kasual, sehingga tak terkesan formal.

Perusahaan harus memberi perhatian khusus pada soal mental health para karyawan, menyiapkan tim psikolog untuk bimbingan dan konseling, agar tercipta rasa nyaman bagi karyawan.

Ilustrasi suasana kerja yang menyenangkan | dok. Pexels.com/Mikhail Nilov, dimuat idntimes.com
Ilustrasi suasana kerja yang menyenangkan | dok. Pexels.com/Mikhail Nilov, dimuat idntimes.com

Ketiga, adanya financial well being, yakni memberikan cuan yang memadai bagi karyawan. Ada komponen gaji dan tunjangan yang jumlahnya sudah ditetapkan.

Ada pula komponen bonus atau insentif yang besar kecilnya tergantung prestasi kerja masing-masing karyawan. Yang bisa melampaui target, bisa mendapat bonus berlimpah.

Meskipun demikian, manajemen perusahaan tetap perlu mengingatkan para karyawannya untuk tidak terjebak dalam gaya hidup yang konumtif.

Jangan pula sampai terjerat pinjol dan paylater, yang kalau menunggak akan dibebani bunga dan denda yang jauh lebih besar. Hal ini berpotensi membuat seorang karyawan menjadi pelaku fraud.

Masih berkaitan dengan financial well being, perusahaan perlu menyadarkan karyawannya untuk mempersiapkan diri menghadapi masa pensiun.

Untuk itu, ketika masih dalam tahap baru bekerja, sebaiknya seorang karyawan sudah mengikuti program wealth protection, yakni semacam perlindungan kekayaan untuk masa pensun.

Program tersebut bisa berupa fasilitas yang disediakan manajemen perusahaan yang bekerja sama dengan Lembaga Dana Pensiun atau dengan inisiatif pribadi karyawan.

Kemampuan karyawan untuk disiplin menyisihkan sebagian penghasilannya untuk diinvestasikan, akan bergulir menjadi wealth accumulation yang akan dinikmati saat pensiun.

Tentu, investasinya harus yang aman. Tak perlu tergiur dengan imbalan yang tinggi karena khawatir nantinya jadi investasi bodong. Sepanjang imbalannya di atas laju inflasi, ini sudah cukup.

Berapa persen dari penghasilan bulanan yang perlu disisihkan untuk investasi? Tak ada rumus bakunya, tapi idealnya berada di angka 20 persen.

Distribusi selengkapnya adalah 40 persen dari penghasilan dipakai untuk biaya hidup, 15 persen cicilan kredit produktif dan 15 persen cicilan kredit konsumtif.

Berikutnya 20 persen dialokasikan untuk investasi, dan 10 persen untuk pembayaran zakat infak sedekah dan dana sosial.

Banyak jenis investasi yang layak dipertimbangkan, seperti menyimpan dalam bentuk deposito di bank, membeli obligasi pemerintah, reksadana, membeli emas, dan sebagainya.

Bisa pula dengan membeli tanah dan bangunan yang bisa dijadikan usaha kos-kosaan atau dikontrakkan, sehingga mendatangkan sumber pendapatan rutin.

Yang penting, investasi yang dipilih untuk kehidupan di saat pensiun itu sebaiknya bersifat wealth distribution dalam arti gampang dibagi ke ahli waris.

Jelaslah, betapa bahagianya karyawan yang bisa bekerja secara aman dan nyaman, sekaligus mengucurkan cuan yang mengalir terus menerus, bahkan sampai lansia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun