Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Gen Z dan Milenial Penunggak Terbesar Pinjol dan Paylater

21 Mei 2024   06:21 Diperbarui: 21 Mei 2024   06:36 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. Getty Images/iStockphoto/Sitthiphong, dimuat detik.com

Perkembangan pinjaman online (pinjol) dan paylater sungguh sangat pesat. Kecepatan proses pemberian pinjaman, hanya dalam hitungan menit jika syarat terpenuhi, menjadi daya tarik utama.

Persyaratan bagi calon peminjam pun amat ringan, yakni cukup memberikan foto KTP, punya pekerjaan dan punya rekening bank yang masih aktif.

Kalau meminjam di bank, jelas prosesnya jauh lebih lama. Bank perlu menganalisis calon peminjam, dengan meneliti faktor 5C (character, capacity, collateral, condition, dan capital).

Kenapa analisis pihak bank demikian njelimet? Karena bank harus yakin terlebih dahulu dengan kemampuan si peminjam untuk mengembalikan pinjaman ke bank.

Lalu, kenapa pengelolaan pinjol relatif tidak selektif terhadap calon peminjam? Apakah mereka siap dengan tunggakan pinjaman yang tinggi?

Yang jelas, suku bunga pinjol jauh di atas suku bunga kredit perbankan. Besarnya suku bunga tersebut mencerminkan pengelola pinjol berharap dapat untung yang melebihi tingkat tunggakan.

Terhadap penunggak, pengelola pinjol sangat gigih menagih. Bahkan, pinjol akan mendapatkan keuntungan lebih besar karena tunggakan itu dikenakan denda selain bunganya tetap berjalan.

Begitulah kondisi sekarang. Perkembangan teknologi telah mengubah banyak hal, termasuka dalam cara bertransaksi dan cara pinjam meminjam.

Gen Z dan milenial sebagai generasi yang paling fasih menggunakan teknologi, tak ayal lagi, menjadi kelompok yang paling banyak memanfaatkan pinjol.

Untuk apa mereka meminjam? Ya, ada memang yang bersifat produktif seperti untuk modal usaha. Tapi, banyak pula yang konsumtif, misalnya membeli tiket konser atau untuk pergi berlibur.

Atau mereka memakai paylater untuk sekadar berbelanja yang "receh", seperti membeli album K-Pop, makan-makan, atau ngopi-ngopi cantik.

Gen Z adalah generasi yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan dunia maya dan merasa semua masalahnya bisa terpecahkan dengan bantuan teman dunia mayanya.

Maka, jika mereka punya masalah dengan keuangan, lalu berbagai aplikasi pinjol dan paylater yang seperti berebutan menawarkan pinjaman, dianggap sebagai solusi terbaik.

Yang mungkin sering tidak disadari, awalnya pinjaman itu sangat kecil jumlahnya. Tapi karena berulang-ulang dan ditambah dengan bunga dan denda, tahu-tahu saldo pinjamannya membesar.

Nah, ketika itulah si peminjam bingung bagaimana cara melunasinya. Bila tetap dibiarkan menunggak, pengelola aplikasi bisa jadi mengirim pesan ke nomor kontak yang ada di gadget si peminjam.

Dengan demikian, teman-temannya diharapkan bisa membantu untuk melunasi. Atau, si peminjam menjual apa yang ada untuk melunasi, agar tidak dipermalukan di mata teman-temannya.

Bisa juga setiap muncul tagihan agar membayar cicilan atau melunasi, si peminjam memakai cara gali lobang tutup lobang, maksudnya dengan meminjam lagi ke aplikasi pinjol lainnya.

Masalahnya, keberanian Gen Z untuk menggunakan pinjol tidak sejalan dengan penguasaan literasi keuangan, sehingga mereka kurang perhitungan dalam meminjam.

Akibatnya, sesuai data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga posisi akhir Juni tahun lalu, penunggak pinjol terbesar adalah dari kalangan Gen Z dan milenial. 

Kelompok usia 19-34 tahun itu memiliki nilai akumulasi gagal bayar utang sebesar Rp 763,65 miliar, atau berkontribusi sebesar 44,14 persen dari total kredit macet pinjol nasional.

Mereka mau cara instan tanpa sadar risiko yang mengintai. Padahal, seperti telah ditulis, pinjaman itu lebih banyak berkaitan dengan gaya hidup, yang sebetulnya tidak penting-penting amat.

Cara gali lubang tutup lubang ini amat berbahaya, sama dengan "bunuh diri". Ibaratnya, mereka sedang menggali kuburannya sendiri.

Bahkan, ada pula yang berencana bunuh diri dalam arti sesungguhnya, tapi mengurungkan niatnya karena takut kalau tidak langsung mati.

Kemudian, yang betul-betul mengeksekusi niat bunuh diri itu, jumlahnya cukup mencengangkan. Liputan6.com (19/12/23) menyebut 25 orang bunuh diri pada tahun 2o23 gara-gara pinjol.

Pinjol bagi sebagian Gen Z berakhir dengan menyusahkan keluarga. Jika ada anggota keluarga atau kerabat yang punya uang dan ikhlas membantu, seluruh utang bisa dilunasi.

Tentu dengan janji, bahwa mereka tidak akan mengulangi perbuatannya. 

Intinya, sepanjang belum jelas bagaimana nanti cara melunasi, jangan coba-coba berhubungan dengan pinjol dan paylater.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun