Calon legislatif (caleg), baik untuk level DPR RI, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota untuk Pemilu 2024, sekarang tentu sudah mengetahui nasibnya.
Memang, hasil pemilu yang dilaksanakan pada 14 Februari 2024 yang lalu, secara umum belum diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Tapi, berdasarkan hasil hitung cepat, atau berdasarkan perhitungan internal dari masing-masing parpol atau masing-masing caleg, gambarannya sudah terbayang dengan jelas.
Bagi para caleg yang berhasil, tentu mereka sudah bisa bernapas dengan lega. Tinggal mempersiapkan berbagai keperluan dalam acara pelantikan nantinya dan siap bertugas.
Namun demikian, mengingat banyaknya caleg yang ikut berkontestasi, jelaslah bahwa jumlah mereka yang gagal lebih banyak ketimbang yang berhasil.
Banyak pengamat yang berpendapat, maju sebagai caleg itu lebih banyak spekulasinya, kecuali bagi sosok yang sudah sangat terkenal di suatu daerah.
Sedangkan bagi sebagian besar caleg yang biasa-biasa saja, pileg menjadi arena uji nyali, uji kemampuan blusukan dan adu jumlah modal untuk kampanye.
Adu gagasan dan adu program yang seharusnya menjadi indikator yang ideal untuk mengukur kapasitas dan kemapuan caleg sebagai wakil rakyat, nyatanya tidak menjadi faktor penentu.
Dan yang lebih mencemaskan, jadi caleg itu juga menjadi ajang adu ketahanan mental. Bila tak kuat ketika hasil akhirnya kalah, bisa-bisa seorang caleg mengalami depresi.
Tak salah juga bila sebagian rumah sakit telah menyiapkan dokter dan sarana lain, khusus untuk menerima pasien caleg yang kalah di pemilu.
Menarik untuk mencermati pemberitaan di media massa, beberapa caleg yang gagal menjadi wakil rakyat mulai memperlihatkan kelakuan yang relatif aneh.
Soal caleg yang mendatangi rumah-rumah warga dengan maksud meminta kembali uang "serangan fajar" yang sebelumnya dibagi-bagikannya, mungkin tidak begitu aneh.
Caleg gagal yang meminta uang kembali itu antara lain terjadi di Enrekang (Sulawesi Selatan), di Gorontalo, dan juga di Sumatera Utara.
Kisah yang agak unik, ada caleg yang membongkar paving block di suatu lokasi di Banyuwangi, Jawa Timur, yang videonya viral beberapa hari yang lalu.Â
Rupanya, caleg tersebut kecewa berat, sudah membantu memasang paving untuk warga, tapi warga di sana tidak memilihnya di bilik suara.
Namun, kisah yang paling aneh mungkin yang terjadi di Donggala (Sulawesi Tengah) ini. Seorang caleg yang kalah sampai-sampai membuat mayat yang terkubur harus dibongkar.
Lho memangnya apa urusan caleg dengan orang mati? Begini ceritanya seperti yang diberitakan Suara.com (19/2/2024).
Berita tersebut berasal dari video viral yang memperlihatkan sejumlah orang membongkar kuburan warga. Mereka diduga keluarga mayat yang tak memilih caleg tertentu pada pemilu lalu.
Si Caleg yang kalah itu rupanya 3 tahun lalu mewakafkan tanahnya menjadi lahan pemakaman. Diketahui bahwa pihak yang membongkar makam adalah keluarga dari Lan.
Keluarga mendiang membongkar makam karena perintah dari caleg yang belakangan diketahui berinisial MR tersebut.
Lokasi tanah MR bersebelahan dengan lahan pemakaman umum di Kelurahan Kabonga Besar, Donggala. Menurut keluarga Lan, 3 tahun lalu MR mempersilakan mendiang dikuburkan di lahannya.
Tapi, setelah pemilu 14 Februari 2024 lalu, pihak MR mendatangi keluarga Lan dan meminta jasad yang dikubur di lahannya untuk dipindahkan.
Ada-ada saja, gara-gara beda pilihan caleg, kuburan harus dibongkar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI