Internet masuk desa sebetulnya sudah berhasil terwujud sejak beberapa tahun terakhir ini. Masalahnya sekarang adalah soal pemerataan akses internet.
Desa-desa yang berkategori terpencil, yang tidak dilalui oleh jalan negara atau jalan provinsi dan jauh dari kota kabupaten, masih banyak blank spot-nya.
Di desa-desa yang bukan terpencil bukannya tidak ada masalah, karena kecepatan internet bisa menjadi penghalang dalam kelancaran berkomunikasi atau bertransaksi.
Makanya, ketiga pasangan capres-cawapres yang bertarung di Pemilu 14 Februari 2024 yang lalu, sama-sama sependapat tentang perlunya internet cepat bagi masyarakat, termasuk di desa.
Dengan kemudahan berinternet, potensi desa bisa dikembangkan menjadi suatu aksi nyata yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan warga desa.
Namun demikian, banyak pula para sesepuh warga desa yang merasa khawatir bila akses internet di desa-desa semakin gampang dan semakin cepat.
Dampak negatif internet menjadi sumber kekhawatiran. Anak muda jadi pemalas bekerja dan malah asyik mencari hiburan di berbagai aplikasi media sosial.
Aksi pornografi, aksi kriminal, dan ketagihan narkoba, sering disangkutpautkan sebagai dampak negatif dari konten yang ditonton di gawai berkat adanya jaringan internet.
Jelaslah, kemajuan teknologi informasi yang didukung jaringan internet ibarat pisau bermata dua, bisa dipakai untuk hal-hal yang positif sekaligus bisa pula untuk hal-hal negatif.
Tapi, satu hal yang pasti, kemajuan zaman merupakan sesuatu yang tak terhindarkan. Tak bisa lain, internet merupakan kebutuhan bagi masyarakat.