Kebetulan, hari Rabu yang dipilih KPU bertepatan dengan 14 Februari. Tentu ini jadi berkah tersendiri, dengan harapan Pemilu terlaksana dalam nuansa kasih sayang.
Artinya, diharapkan pada kita semua yang punya hak pilih, agar datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan perasaan yang tenang, damai, dan penuh cinta terhadap tanah air.
Jadi, pada hari kasih sayang, semua kita melakukan kasih suara dengan niat yang tulus, mencari pemimpin yang terbaik, dan mencari wakil-wakil rakyat yang juga terbaik.
Bahwa masing-masing kita mungkin berbeda pilihan, janganlah menghilangkan rasa sayang kita kepada sesama. Toh, kita semua adalah saudara sebangsa dan setanah air.
Masalahnya, apakah masih ada kasih sayang dari caleg dalam bentuk lain, yang ada udang di balik batu? Maksudnya, kasih sayang yang ditandai dengan "kasih uang"?
Fenomena kasih uang atau yang lazim disebut sebagai serangan fajar, konon pada beberapa pemilu sebelumnya merupakan sesuatu yang lazim.
Padahal, cara seperti itu jelas-jelas kasih sayang yang salah jalan. Oleh karena itu politik uang dilarang dalam ketentuan pemilu.
Kebetulan, beberapa hari yang lalu, saya sempat ngobrol-ngobrol dengan salah seorang teller bank papan atas.
Katanya, pada masa kampanye lumayan banyak caleg atau tim suksesnya yang mengambil uang tunai seri terbaru yang masih bau percetakan uang.
Yang diminta adalah pecahan Rp 50.000 dan 100.000 bergepok-gepok. Cara seperti ini biasanya dibutuhkan banyak orang pada saat menjelang lebaran.
Tapi, masyarakat membutuhkan pecahan yang lebih kecil, yakni pecahan Rp 20.000 ke bawah. Nantinya, uang tersebut diberikan sebagai salam tempel lebaran buat anak-anak yang bertamu.