"Nestapa Lansia di Depok yang Meninggal dalam Kesunyian di Rumah Penuh Sampah", demikian judul berita yang mengenaskan di Kompas.com (15/1/2024).Â
Berita tersebut tentang seorang bapak yang di usia tuanya tinggal seorang diri. Si bapak ini baru diketahui telah meninggal dunia ketika seorang saudaranya datang ke rumahnya (13/1/2024) .
CW, demikian inisial bapak tua yang berusia 74 tahun itu, ditemukan meninggal dunia dalam kondisi yang membengkak di rumahnya, Jalan Singgalang, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat.
Ketika saudaranya yang datang bertamu akan masuk ke dalam rumah, tak ada jawaban dari CW. Lalu, saudaranya menghubungi Ketua RT setempat.
Dari pemeriksaan pihak kepolisian, tidak ditemukan tanda-tanda penganiayaan di tubuh jenazah korban. Saat ditemukan, korban diperkirakan sudah meninggal selama 4 hari.
Berdasarkan pengamatan wartawan Kompas.com, di halaman rumah korban terdapat beberapa sampah plastik, kardus, dan barang bekas.
Pihak keluarga korban, dalam keterangannya menyebutkan bahwa korban tinggal sendirian dan punya riwayat penyakit jantung, TBC, dan infeksi saluran pencernaan.
Menurut seorang tenaga sekuriti di sana, korban disebutkan tidak pernah berinteraksi dengan tetangga dan lingkungan sekitar.
Korban diketahui tinggal bersama istri dan anak laki-lakinya, namun kemudian ia ditinggalkan sendiri karena masalah keluarga.
Ketua RT setempat sudah berusaha menghampiri korban, tapi korban selalu menutup pintu bila diajak berkomunikasi dengan warga.
Tentang sampah yang menumpuk di rumah korban, diduga sebagai akibat korban yang tidak bersedia membayar iuaran sampah bulanan seperti yang dipungut dari warga lain di sana.
Nah, dari berita "kecil" di atas (disebut kecil karena hal ini tidak viral), tersirat sebuah kekhawatiran tentang nasib lansia yang tinggal sendiri, siapa yang mau peduli?
Kisah penemuan mayat lansia yang tinggal sendiri, setelah tetangganya mencium bau busuk menyengat, sebetulnya relatif sering terjadi.
Rata-rata hal itu tidak ada indikasi sebagai korban tindak kriminal, tapi meninggal karena mengidap penyakit tertentu tanpa ada yang mendampinginya.
Bahwa lansia yang sendirian itu berpisah dengan istri atau suaminya, itu persoalan keluarga yang pihak luar tak bisa ikut campur.
Namun, anak-anak korban sebetulnya punya kewajiban moral untuk peduli pada ayahnya atau ibunya yang memilih tinggal sendiri.
Persoalannya, bagaimana dengan lansia yang tinggal sendiri yang tidak pernah berumah tangga? Jika punya saudara, ya saudaranya perlu peduli.
Tapi, kalau tidak punya saudara, ini jadi problem kemasyarakatan yang perlu dicarikan solusinya. Apalagi, jika diketahui si lansia juga punya penyakit yang serius.
Apakah tenaga puskesmas setempat berkewajiban untuk berkeliling mencari informasi keberadaan lansia yang tinggal sendiri dalam kondisi sakit?
Masalahnya, mungkin tidak ada puskesmas yang punya tenaga khusus untuk mendatangi pasien dari rumah ke rumah. Lho, melayani pasien yang datang ke Puskesmas saja sudah kewalahan.
Di lain pihak, kelompok lansia merupakan kelompok usia yang sangat rawan untuk beberapa jenis penyakit spesifik, dari penyakit katarak hingga stroke dan serangan jantung.
Bahkan, ada penyakit yang disebut dengan penyakitnya orang tua, yakni demensia. Ini bukan penyakit spesifik, tapi dampaknya sangat signifikan.
Penderita demensia mengalami penurunan fungsi otak yang ditandai dengan mudah lupa untuk hal-hal yang seharusnya tidak lupa, karena sering dilakukannya.
Misalnya, lupa jalan pulang ke rumahnya. Akibatnya, lansia yang seperti ini sering hilang di pasar atau di tempat-tempat lainnya.
Jika tak ada yang mengenal si lansia tersebut untuk diantar pulang, bisa-bisa ia hidup menggelandang atau dibawa ke panti sosial.
Jelas, pemerintah dan masyarakat perlu memikirkan apa solusi yang tepat menangani lansia yang tinggal sendiri. Soalnya, selamai ini tidak ada yang peduli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H