Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Buya Hamka Vol. 2, Tjimacan dan Madjelis Ulama

29 Desember 2023   08:00 Diperbarui: 29 Desember 2023   08:04 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. XXI, dimuat detik.com

Saya penasaran dengan film Buya Hamka Volume 2 yang sekarang sudah ditayangkan di sejumlah bioskop, karena saya sebelumnya sudah menonton film Buya Hamka Volume 1.

Makanya, beberapa hari yang lalu saya menyempatkan diri untuk menonton di sebuah mal di kota Medan. Kebetulan, seminggu terakhir ini saya lagi di ibu kota provinsi Sumatera Utara tersebut. 

Secara umum saya cukup puas dengan film Buya Hamka yang pada jilid dua ini lebih fokus pada drama romantisnya dengan sang istri Siti Raham.

Memang, film Buya Hamka Volume 2 diberi judul "Hamka & Siti Raham", mengindikasikan kisah filmya akan banyak menggarap kisah rumah tangga ulama besar itu.

Ya, di tengah perjuangannya saat mempertahankan kemerdekaan, berlanjut dengan perjuangan di bidang penerbitan majalah dan pendakwah, Buya Hamka dan Siti Raham tetap tidak kehilangan sisi romantisnya.

Make up artis di film tersebut mendapat pujian dari beberapa pengamat perfilman. Hal ini terbukti dari perubahan wajah aktor Vino G. Bastian menjadi mendekati wajah Buya Hamka.

Bahkan, wajah aktornya pun juga dengan rapi terlihat mengikuti usia Buya Hamka, sehingga jelas beda saat muda dan saat lanjut usia.

Namun, menurut saya, wajah Laudya Chintya Bella sebagai pemeran Siti Raham, kurang tua di saat Buya Hamka sudah terlihat sepuh.

Bukan hanya soal wajah. Pakaian dan aksesoris para pemain harus ditampilkan sesuai dengan kondisi di masa yang diceritakan.

Karena film Buya Hamka Volume 2 banyak memperlihatkan suasana tahun 1960-an, tim kreatif film harus melakukan riset yang dalam tentang kondisi di masa itu.

Nah, saya mencermati ada yang terlewati atau kurang didalami oleh tim yang melakukan riset sebelum film diproduksi.

Yang saya amati adalah soal penggunaan ejaan yang dipakai dalam film tersebut, yang bagi saya terasa tidak pas. 

Tentu, bagi penonton lain soal ejaan mungkin tidak mengganggu. Toh, tidak merusak esensi ceritanya. Tapi, ini membuktikan bahwa tim riset belum maksimal dalam bekerja.

Tulisan "Tjimacan" yang sangat jelas terbaca di film, menjadi hal pertama yang saya sorot. Ceritanya, Buya Hamka ditahan karena dianggap lawan politik Presiden Soekarno pada tahun 1964.

Cimacan (ditulis sesuai ejaan yang berlaku sekarang) adalah nama kawasan di Kabupaten Bogor yang menjadi lokasi penahanan Buya Hamka.

Karena ditahan pada tahun 1964, waktu itu "Cimacan" ditulis dengan "Tjimatjan", bukan "Tjimacan" seperti yang terlihat di film.

Hal kedua yang menjadi catatan saya adalah saat Buya Hamka berpidato pada pertemuan para ulama se Indonesia yang terjadi di bulan Juli 1975.

Ada tulisan yang membentang panjang sebagai latar belakang pentas tempat acara. Antara lain tertulis "Madjelis Ulama Indonesia " dan "Djuli 1975".

Perlu diingat, Ejaan yang Disempurnakan (EYD) telah resmi diberlakukan sejak Agustus 1972.

Jadi, pada tahun 1975 seharusnya ejaannya sudah sama dengan yang sekarang berlaku, yakni "Majelis Ulama Indonesia" dan "Juli 1975".

Demikian sedikit catatan terkait film Buya Hamka Volume 2. Hal kecil memang, namun akan lebih baik bila soal ejaan juga mendapat perhatian oleh tim yang memproduksi sebuah film.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun