Kegairahan bertransaksi di pasar modal, menjadi salah satu indikator kemajuan dari suatu negara. Pasar modal dinilai sama pentingnya dengan perbankan dalam menggerakkan perekonomian.
Bank menjadi perantara antara nasabah yang kelebihan dana yang menyimpan di bank, dengan nasabah yang kekurangan dana yang meminjam di bank.
Sedangkan pasar modal menjadi perantara antara nasabah yang kelebihan dana dengan memasukkan modalnya ke perusahaan yang membutuhkan modal dengan cara menjual sahamnya.
Perusahaan yang membutuhkan dana tidak hanya mengandalkan pinjaman ke bank, tapi juga bisa menjual saham dan obligasi melalui pasar modal.
Di negara kita, yang menjadi pasar modal tersebut adalah Bursa Efek Indonesia (BEI) yang didukung oleh banyaknya perusahaan sekuritas sebagai perantara perdagangan surat berharga.
Dalam hal ini, surat berharga bisa dikelompokkan pada 2 golongan besar, yakni saham dan surat utang (obligasi).Â
Ada jenis surat berharga lain seperti reksadana, tapi ini sebetulnya derivatif dari saham dan obligasi. Selain itu, ada juga reksadana yang portofolio investasinya berupa deposito perbankan.
Investor ritel yang dimaksudkan dalam artikel ini adalah investor individu yang melakukan transaksi melalui perusahaan sekuritas.
Investor ritel perlu ditekankan secara khusus karena pola transaksinya berbeda signifikan dengan investor besar yang lazimnya berupa institusi.
Institusi yang aktif bertransaksi di pasar modal adalah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, seperti bank, asuransi, dana pensiun, dan sebagainya.
Investor ritel hanya mentransaksikan dana pribadinya yang jumlahnya relatif kecil. Adapun investor institusi menginvestasikan uang para nasabahnya secara akumulatif dalam jumlah yang besar.Â
Bank menurut regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibolehkan membeli obligasi, tapi tidak boleh membeli saham yang diperdagangkan di bursa saham.
Untuk perusahaan asuransi dan lembaga dana pensiun, secara regulasi diperkenankan berinvestasi dalam bentuk saham dan surat berharga lainnya.
Tentu, institusi yang akan membeli saham telah melakukan analisis yang komprehensif sebelumnya, agar nilai investasinya tidak anjlok nantinya.
Selain itu, ada lagi investor asing yang justru selama ini jadi penggerak pasar saham. Maksudnya, bila investor asing ramai-ramai memborong saham, maka akan diikuti oleh investor lokal.
Akibatnya, harga saham akan terkerek naik, gara-gara investor asing masuk. Namun, saat investor asing ramai-ramai keluar (maksudnya menjual saham), harga pun melorot.
Jika diurutkan, maka penggerak pasar di Indonesia adalah investor asing, investor institusi lokal, dan investor ritel di urutan terakhir.
Namun demikian, ada perkembangan yang menggembirakan, akhir-akhir ini investor ritel berusia muda bertumbuh sangat cepat.
Data per Mei 2023 menyebutkan jumlah investor pasar modal Indonesia tercatat lebih dari 11 juta investor, di mana 60 persennya adalah mereka yang berusia di bawah 30 tahun.
Angka 11 juta investor itu merupakan pertumbuhan lima kali lipat selama 5 tahun terakhir, seperti ditulis oleh Republika.co.id, 2/7/2023.
Artinya, anak muda sekarang ini sudah semakin melek investasi. Bahkan, mereka yang masih kuliah pun sudah mulai aktif mencari uang seperti dengan menjadi pembuat konten
Lalu, dari uang yang diperolehnya, sebagian disisihkan untuk melakukan investasi. Dan hebatnya, mereka menjadikannya sebagai bagian dari gaya hidup.
Maksudnya, mereka memantau pergerakan harga sebagai aktivitas rutin keseharian di sela-sela kegiatan bekerja, kuliah atau di sela-sela bermedia sosial.
Pembicaraan antar anak muda yang lagi ngopi-ngopi cantik di kafe pun, antara lain menyangkut topik saham atau obligasi apa yang layak dibeli.
Dengan gawai di tangan, cukup sambil rebahan, anak muda banyak yang lincah bertransaksi melalui aplikasi yang difasilitasi oleh perusahaan sekuritas tertentu.
Sejak investor ritel, khususnya segmen anak muda, semakin banyak, berkurang pula kekhawatiran harga saham akan anjlok karena investor asing hengkang.
Soalnya, aksi jual investor asing mampu diserap oleh investor domestik, sehingga harga tidak turun begitu dalam.
Jadi, jangan pandang enteng investor ritel. Per individu dana mereka memang relatif kecil, tapi secara akumulatif dikalikan sekian juta orang, cukup signifikan dampaknya.
Dengan demikian, pasar modal kita telah mencatatkan sejumlah kemajuan, antara lain tidak lagi terlalu bergantung pada investor asing.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H