Hingar bingar perpolitikan Indonesia semakin terasa karena sekarang ini sudah memasuki masa kampanye. Tiga pasang capres-cawapres bersama tim suksesnya semakin sering pasang aksi.
Ketiga pasang dimaksud sudah sama-sama kita ketahui, yakni pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo - Mahfud MD.
Sayangnya, kampanye yang terlihat oleh masyarakat lebih banyak pada aksi yang bersifat gimmick, seperti halnya yang terjadi di dunia hiburan atau selebriti.
Padahal, yang lebih diharapkan sebetulnya adalah kampanye yang berkualitas, dalam arti adu gagasan. Kebijakan apa yang akan diambil capres-cawapres tersebut bila nanti menang pilpres.
Memang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengagendakan debat antar ketiga capres-cawapres tersebut.
Salah satu topik penting yang mutlak memerlukan gagasan cerdas yang bersifat langkah terobosan, adalah bagaimana memajukan pertanian kita.
Pertanian dalam arti luas bisa mencakup pula bidang peternakan, perkebunan, perikanan dan kelautan, dan sebagainya.
Masih layakkah Indonesia dijuluki sebagai negara agraris, kalau kenyataannya lahan pertanian semakin menyempit digusur berbagai proyek pembangunan pemerintah dan swasta.
Belum lagi kalau kita perhatikan, betapa profesi petani dan nelayan sudah kurang menarik bagi generasi muda. Quo vadis pertanian Indonesia?
Kompas (1/12/2023) pada headline-nya menurunkan berita dengan judul menyentak, yakni "Sekitar 1 Juta Petani dan Nelayan Berkurang di 2030".